BEBERAPA KISAH TERKAIT ISTIGHFAR

BEBERAPA KISAH TERKAIT ISTIGHFAR

1. NASIHAT IMAM HASAN AL BASHRI, “ISTIGHFARLAH !”

Imam Hasan al-Bashri rahimahullah, Ulama generasi Tabi’in menengah. Beliau wafat pada tahun 110 H dalam usia 88 tahun. Imam Hasan al-Bashri di mintai nasihatnya karena kemarau yang melanda, kemiskinan, ingin di karunia anak dan lainnya.

Imam Al-Qurthubi menyebutkan dari Ibnu Shabih, bahwasanya ia berkata : Ada seorang laki-laki mengadu kepada Al-Hasan Al-Bashri tentang kegersangan (bumi) maka beliau berkata kepadanya, ‘Beristighfarlah kepada Allah !. Yang lain mengadu kepadanya tentang kemiskinan maka beliau berkata kepadanya, ‘Beristighfarlah kepada Allah !. Yang lain lagi berkata kepadanya, ‘Do’akanlah (aku) kepada Allah, agar Ia memberiku anak !, maka beliau mengatakan kepadanya, ‘Beristighfarlah kepada Allah !. Dan yang lain lagi mengadu kepadanya tentang kekeringan kebunnya maka beliau mengatakan (pula) kepadanya, ‘Beristighfarlah kepada Allah !”. Dan kami menganjurkan demikian kepada orang yang mengalami hal yang sama.

Dalam riwayat lain disebutkan : Maka Ar-Rabi’ bin Shabih berkata kepadanya, ‘Banyak orang yang mengadukan macam-macam (perkara) dan Anda memerintahkan mereka semua untuk ber-istighfar. (Tafsir Al-Khazin, 7/154. Lihat pula, Ruhul Ma’ani, 29/73).

Maka Al-Hasan Al-Bashri menjawab, ‘Aku tidak mengatakan hal itu dari diriku sendiri. Tetapi sungguh Allah telah berfirman dalam surat Nuh :

اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ إِنَّهُ كَانَ غَفَّارًا (١٠) يُرْسِلِ السَّمَاءَ عَلَيْكُمْ مِدْرَارًا (١١) وَيُمْدِدْكُمْ بِأَمْوَالٍ وَبَنِينَ وَيَجْعَلْ لَكُمْ جَنَّاتٍ وَيَجْعَلْ لَكُمْ أَنْهَارًا (١٢)

“Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun, niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat, dan membanyakkan harta dan anak-anakmu dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai- sungai”. (QS. Nuh: 10-12).

(lihat Tafsir Al-Qurthubi, 18/302-303. Lihat pula Al-Muharrar Al-Wajiz, 16/123).

2. KISAH IMAM AHMAD BIN HANBAL DAN TUKANG ROTI

Sebuah kisah yang di ceritakan oleh Imam Ahmad bin Hanbal (murid Imam Syafi’i, lahir 164 H di Baghdad, Iraq) yang dikenal juga sebagai Imam Hanbali.
.
Dalam kisah yang di ceritakan oleh Imam Ahmad bin Hanbal ini, menceritakan seseorang yang memperbanyak istighfar, dan ternyata segala ke inginannya selalu di kabulkan oleh Allah Ta’ala. Mudah-mudahan kisah ini memotifasi kita untuk memperbanyak istighfar, sehingga apa yang kita butuhkan dalam hidup ini Allah Ta’ala penuhi.

Pada masa akhir hidupnya Imam Ahmad bin Hanbal bercerita :

Pada suatu waktu (ketika saya sudah usia tua) saya tidak mengerti mengapa tiba-tiba ingin sekali menuju ke salah satu kota di Irak. Padahal tidak ada janji dengan siapapun dan juga tidak ada keperluan. Lalu saya berangkat sendiri ke tempat yang hendak di tuju.

Pada waktu isya saya sampai di suatu tempat, kemudian saya ikut berjama’ah shalat isya di masjid. Pada sa’at itu hati saya merasa tenang, kemudian saya ingin istirahat di masjid tersebut.

Begitu selesai shalat dan jama’ah bubar, imam Ahmad ingin tidur di masjid itu, namun tiba-tiba pengurus (penjaga) masjid datang menemui imam Ahmad sambil bertanya,

“Kenapa syaikh, mau apa anda disini ?”.

(panggilan “syaikh” bisa dipakai untuk 3 panggilan, bisa untuk orang tua, orang kaya ataupun orang yang berilmu. Panggilan syaikh pada kisah ini panggilan sebagai orang tua, karena imam Ahmad kelihatan sebagai orang tua).

Pengurus (penjaga) masjid tidak mengenal Imam Ahmad. Dan Imam Ahmad pun tidak memperkenalkan siapa dirinya. Di Irak, semua orang kenal siapa imam Ahmad, seorang ulama besar dan ahli hadis, sejuta hadis dihafalnya, sangat shalih dan zuhud.

Pengurus (penjaga) masjid mengenal nama Imam Ahmad hanya sebatas namanya dan tidak mengetahui wajahnya.

Imam Ahmad berkata kepada pengurus (penjaga) masjid, “saya ingin istirahat, saya musafir”.

Pengurus (penjaga) masjid berkata, “tidak boleh, tidak boleh tidur di masjid”.

Imam Ahmad melanjutkan kisahnya, “saya didorong-dorong oleh orang itu disuruh keluar dari masjid. Setelah keluar masjid, maka dikuncilah pintu masjid itu. Lalu saya ingin tidur di teras masjid”.

Ketika Imam Ahmad sudah berbaring di teras masjid, pengurus (penjaga) masjid datang kembali sambil marah-marah kepada Imam Ahmad.

“Mau apa di situ syaikh ?”.

Imam Ahmad menjawab, “Mau tidur, saya musafir”.

Pengurus (penjaga) masjid berkata kembali, “Di dalam masjid tidak boleh, di teras masjid juga tidak boleh”.

Imam Ahmad pun diusir.

Imam Ahmad menceritakan, “Saya didorong-dorong sampai di jalanan”.

Di samping masjid ada penjual roti (rumah kecil sekaligus untuk membuat dan menjual roti). Penjual roti itu sedang membuat adonan, sambil melihat imam Ahmad didorong-dorong oleh penjaga masjid tadi. Saat imam Ahmad sampai di jalanan, penjual roti itu memanggil dari jauh,

“Kemari syaikh, anda boleh menginap di tempat saya”.

Imam Ahmad menjawab, “Baik”.

Imam Ahmad pun masuk ke tempat tukang roti itu, kemudian duduk dibelakang penjual roti yang sedang membuat roti (dengan tidak memperkenalkan siapa dirinya, hanya mengatakan sebagai musafir).

Tukang roti itu hanya bicara apabila Imam Ahmad mengajaknya bicara. Apabila Imam Ahmad diam, tukang roti itu pun diam dan sibuk dengan adonan rotinya sambil melafalkan istighfar,

Sa’at melangkahkan kaki “astaghfirullah”, menaburkan garam “astaghfirullah”, memecahkan telur “astaghfirullah”, mencampur gandum “astaghfirullah”, sa’at mengaduk adonan “astaghfirullah”, astaghfirullah, astaghfirullah, astaghfirullah dan terus mengucapkan “astaghfirullah”. Imam Ahmad memperhatikannya terus.

Lalu imam Ahmad bertanya, “sudah berapa lama kamu lakukan itu (selalu istighfar) ?”

Tukang roti itu menjawab, “Sudah lama sekali syaikh, saya menjual roti sudah 30 tahun, jadi semenjak itu saya lakukan”.

Imam Ahmad bertanya kembali, “Apa hasil dari perbuatanmu ini ?”

Tukang roti menjawab “(lantaran wasilah istighfar) tidak ada ke inginan yang saya minta, kecuali pasti dikabulkan Allah. Semua yang saya minta selalu Allah kabulkan”.

Tukang roti itu melanjutkan perkata’annya, “Semua ke inginan saya dikabulkan Allah kecuali satu, tinggal satu yang belum Allah kabulkan”.

Imam Ahmad penasaran kemudian bertanya, “Apa itu yang belum Allah kabulkan ?”.

Tukang roti menjawab, “Saya minta kepada Allah supaya dipertemukan dengan imam Ahmad”.

Sa’at itu juga imam Ahmad bertakbir, “Allahu Akbar, Allah telah mendatangkan saya jauh dari Bagdad pergi ke Bashrah dan bahkan sampai didorong-dorong oleh penjaga masjid itu sampai ke jalanan karena istighfarmu”..

(Penjual roti terperanjat, kemudian memuji Allah).

Begitulah diantara faedah dari banyak beristighfar. Semoga bermanfa’at.

Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda :

مَنْ أَكْثَرَ مِنْ الِاسْتِغْفَارِ؛ جَعَلَ اللَّهُ لَهُ مِنْ كُلِّ هَمٍّ فَرَجًا، وَمِنْ كُلِّ ضِيقٍ مَخْرَجًا، وَرَزَقَهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ

“Barangsiapa memperbanyak istighfar, niscaya Allah memberikan jalan keluar bagi setiap kesedihannya, kelapangan untuk setiap kesempitannya dan Allah berikan rizki dari arah yang tidak disangka-sangka”. (HR. Ahmad).

_____________

BEBERAPA LAFADZ ISTIGHFAR YANG SHAHIH

BEBERAPA LAFADZ ISTIGHFAR YANG SHAHIH

Di bawah ini beberapa lafadz istigfar yang berasal dari Al-Qur’an dan sunnah Rasululullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.

1. Lafazh istighfar terpendek

أَسْتَغْفِرُ الله

“Astaghfirullah”.

Artinya : “Aku memohon ampun kepada Allah”. (Riwayat Muslim ).

Biasa dibaca sebanyak 3 x oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam selepas shalat.

2. Dalam hadits At Timridzi, Abu Dawud, dan Al Hakim bahwa, barangsiapa membaca istighfar dibawah ini, maka akan diampunkan dosanya, meskipun ia telah lari dari medan jihad yang sedang berkecamuk (dimana dosanya sangat besar sekali) :

أَسْتَغْفِرُ الله الَّذِي لآ إِلَهَ إِلاَّ هُوَ الحَيُّ القَيُّوْمُ وَأَتُوْبُ إِلَيْهِ

“Astaghfirullahal-ladzi la ilaha illa Huwal-Hayyul-Qayyum, wa atubu ilaih”

Artinya : “Aku memohon ampun kepada Allah, Yang tiada tuhan yang berhak diibadahi dengan benar selain Dia, Yang Maha Hidup, Yang Maha Mengurus, dan aku bertobat kepada-Nya”.

3. Dalam Shahih Bukhari dan Muslim lafazh istighfar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang banyak dibaca di akhir masa hidup Nabi.

سُبْحَانَ اللهُ وَبِحَمْدِهِ، أَسْتَغْفِرُالله وَأَتُوْبُ إِلَيْهِ

“Subhanallah wa bihamdih. Astaghfirullah, wa atubu ilaih”

Artinya : “Maha Suci Allah, dan dengan memuji-Nya. Aku memohon ampun kepada Allah dan bertobat kepada-Nya”.

Atau dengan lafazh dan redaksi Muslim berikut ini :

سُبْحَانَكَ اللهُمَّ وَبِحَمْدِكَ أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوْبُ إِلَيْكَ

“Subhanaka, Allahumma wa bihamdika, astaghfiruka wa atubu ilaik”

Artinya : “Maha Suci Engkau ya Allah, dan dengan memuji-Mu, aku memohon ampun dan bertobat kepada-Mu”.

4. Lafazh doa istighfar dalam riwayat Al Bukhari yang biasa dibaca oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. dalam ruku’ dan sujud, khususnya di akhir hidup beliau, dalam rangka mengamalkan perintah Allah dalam surah An-Nashr :

سُبْحَانَكَ اللهُمَّ رَبَّنَا وَبِحَمْدِكَ أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوْبُ إِلَيْكَ

“Subhanaka, Allahumma Rabbana, wa bihamdika, astaghfiruka wa atubu ilaik”

Artinya : “Maha Suci Engkau ya Allah Tuhan kami, dan dengan memuji-Mu, aku memohon ampun dan bertobat kepada-Mu”.

5. Sahabat Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhu, dalam riwayat Abu Daud, At Tirmidzi, dan Ahmad, sempat menghitung lafazh istighfar berikut ini dibaca oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. dalam satu majlis, sebanyak 100 x :

رَبِّ اغْفِرْ لِيْ وَتُبْ عَلَيَّ إِنَّكَ أَنْتَ التَّوَّابُ الرَّحِيْمُ

“Rabbighfirli, wa tub ‘alayya, innaka Anta At-Tawwabur-Rahim”

Artinya : “Wahai Tuhan-ku, ampunilah daku, dan terimalah tobatku. Sesungguhnya Engkau-lah Dzat Maha Penerima tobat, dan Maha Penyayang”.

6. Doa istighfar kaffaratul majlis (penutup dan penghapus dosa majlis) dalam riwayat Abu Dawud, An Nasa’i, Ath Thabrani, dan Al Hakim :

سُبْحَانَكَ اللهُمَّ وَبِحَمْدِكَ أَشْهَدُ أَنْ لآ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوْبُ إِلَيْكَ

“Subhanaka, Allahumma wa bihamdika, asyhadu alla ilaha illa Anta, astaghfiruka, wa atubu ilaik”.

Aprtinya : “Maha Suci Engkau ya Allah, dan dengan memuji-Mu, aku bersaksi bahwa tiada tuhan yang berhak diibadahi dengan benar selain Engkau. Aku memohon ampun dan bertobat kepada-Mu”.

7. Lafazh doa istighfar dalam Shahih Al Bukhari yang diajarkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. kepada sahabat Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu untuk dibaca di dalam shalat khususnya sebelum salam :

اللهُمَّ إِنِّيْ ظَلَمْتُ نَفْسِيْ ظُلْمًا كَثِيْرًا، وَلاَ يَغْفِرُ الذُّنُوْبَ إِلاَّ أَنْتَ، فَاغْفِرْ لِيْ مَغْفِرَةً مِنْ عِنْدِكَ، وَارْحَمْنِيْ، إِنَّكَ أَنْتَ الغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ

“Allahumma inni dzalamtu nafsi dzulman katsira, wala yaghfirudz-dzunuba illa Anta, faghfirli maghfiratan min ‘indika, warhamni, innaka Antal-Ghafurur-Rahim”

Artinya : “Ya Allah sungguh aku telah mendzalimi diriku dengan kedzaliman yang banyak. Dan tiada yang bisa mengampuni dosa-dosa selain hanya Engkau. Maka ampunkanlah daku dengan sebuah pengampnan dari sisi-Mu, dan rahmatilah aku. Sesungguhnya Engkau-lah Dzat Maha Pengampun, Maha Penyayang”.

8. Sayyidul istighfar (Induk istighfar)

اللهُمَّ أَنْتَ رَبِّيْ، لآ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ، خَلَقْتَنِيْ وَأَنَا عَبْدُكَ، وَأَنَا عَلَى عَهْدِكَ وَوَعْدِكَ مَا اسْتَطَعْتُ، أَعُوْذُ بِكَ مِنْ شَرِّ مَا صَنَعْتُ، أَبُوْءُ لَكَ بِنِعْمَتِكَ عَلَيَّ، وَأَبُوْءُ لَكَ بِذَنْبِيْ، فَاغْفِرْلِيْ فَإِنَّهُ لاَ يَغْفِرُ الذُّنُوْبَ إِلاَّ أَنْتَ

“Allahumma Anta Raabbi, la ilaha illa Anta, khalaqtani wa ana ‘abduka, wa ana ‘ala ‘ahdika wa wa’dika mastatha’tu. A’udzu bika min syarri ma shana’tu. Abu-u laka bini’matika ‘alayya, wa abu-u laka bidzambi. Faghfirli fa innahu la yaghfirudz-dzunuba illa Anta”

Artinya : “Ya Allah Engkau-lah Tuhan-ku. Tiada tuhan yang berhak diibadahi dengan benar selain Engkau. Engkau Yang telah Menciptakanku, dan aku adalah hamba-Mu. Aku akan menjaga janji-Mu seoptimal yang aku mampu. Aku berlindung kepada-Mu dari keburukan segala yang aku perbuat. Aku kembali kepada-Mu dengan (mengakui) segala nikmat-Mu kepadaku. Dan akupun kembali kepada-Mu dengan (mengakui) semua dosaku. Maka ampunilah aku. Karena sesungguhnya tiada yang bisa mengampuni dosa-dosa selain hanya Engkau”.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

وَمَنْ قَالَهَا مِنَ النَّهَارِ مُوقِنًا بِهَا، فَمَاتَ مِنْ يَوْمِهِ قَبْلَ أَنْ يُمْسِىَ، فَهُوَ مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ ، وَمَنْ قَالَهَا مِنَ اللَّيْلِ وَهْوَ مُوقِنٌ بِهَا، فَمَاتَ قَبْلَ أَنْ يُصْبِحَ، فَهْوَ مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ

“Barangsiapa mengucapkannya pada siang hari dan meyakininya, lalu dia mati pada hari itu sebelum waktu sore, maka dia termasuk penghuni surga. Dan barangsiapa mengucapkannya pada malam hari dalam keadaan meyakininya, lalu dia mati sebelum waktu pagi, maka dia termasuk penghuni surga”. (HR. Bukhari no. 6306).

Tidak ada hadits (keterangan) yang menentukan jumlah khusus dalam mengucapkan istighfar, semisal sekian ratus, ribu atau puluh ribu. Yang ada, perbanyaklah istighfar di mana dan kapanpun kita berada, jika memungkinkan, tanpa dibatasi dengan jumlah sekian dan sekian, kecuali jika memang ada tuntunan jumlahnya dari Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam.

____________

FAEDAH ISTIGHFAR

FAEDAH ISTIGHFAR

Banyak faedah yang akan di peroleh seorang muslim apabila memperbanyak istighfar, dintaranya :

● Di ampuni dosa

Allah Ta’ala berfirman :

وَمَنْ يَعْمَلْ سُوءاً أَوْ يَظْلِمْ نَفْسَهُ ثُمَّ يَسْتَغْفِرِ اللَّهَ يَجِدِ اللَّهَ غَفُوراً رَحِيماً

“Dan barang siapa yang mengerjakan kejahatan dan menganiaya dirinya, kemudian ia mohon ampun kepada Allah, niscaya ia mendapati Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. (QS. An Nisa: 110).

● Di mudahkan urusannya dan di beri rizki dari sumber yang tidak di duga-duga

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

مَنْ لَزِمَ الِاسْتِغْفَارَ جَعَلَ اللهُ لَهُ مِنْ كُلِّ هُمٍّ فَرَجًا، وَمِنْ كُلِّ ضِيقٍ مَخْرَجًا، وَرَزَقَهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ

“Barangsiapa yang senantiasa beristighfar niscaya Allah akan menjadikan baginya kelapangan dari segala kegundahan yang menderanya, jalan keluar dari segala kesempitan yang dihadapinya dan Allah memberinya rizki dari arah yang tidak ia sangka-sangka”. (HR. Abu Daud no. 1518, Ibnu Majah no. 3819).
 
● Bisa menjadi sebab di turunkannya hujan dan menambahkan kekuatan

Allah Ta’ala berfirman :

وَيَا قَوْمِ اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ ثُمَّ تُوبُوا إِلَيْهِ يُرْسِلِ السَّمَاءَ عَلَيْكُمْ مِدْرَارًا وَيَزِدْكُمْ قُوَّةً إِلَى قُوَّتِكُمْ

“Wahai kaumku, mintalah ampunan Rabb kalian kemudian bertaubatlah kalian kepada-Nya, niscaya Dia mengirimkan dari langit hujan yang deras kepada kalian dan menambahkan kekuatan atas kekuatan kalian”. (QS. Hud: 52).

● Di mudahkan mendapatkan keturunan

Allah Ta’ala berfirman :

فَقُلْتُ اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ إِنَّهُ كَانَ غَفَّارًا (١٠) يُرْسِلِ السَّمَاءَ عَلَيْكُمْ مِدْرَارًا (١١) وَيُمْدِدْكُمْ بِأَمْوَالٍ وَبَنِينَ وَيَجْعَلْ لَكُمْ جَنَّاتٍ وَيَجْعَلْ لَكُمْ أَنْهَارًا (١٢)

‘Maka aku (Nuh) katakan kepada kaumku, Mintalah ampunan Rabb kalian, karena sesungguhnya Dia Maha Pengampun. Niscaya Dia akan mengirimkan dari langit hujan yang deras kepada kalian, menganugrahkan kepada kalian limpahan harta dan anak-anak, menjadikan untuk kalian kebun-kebun dan menjadikan untuk kalian sungai-sungai”. (QS. Nuh: 10-12).

● Di berikan kenikmatan yang tidak terputus

Allah Ta’ala berfirman :

وَأَنِ اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ ثُمَّ تُوبُوا إِلَيْهِ يُمَتِّعْكُمْ مَتَاعًا حَسَنًا إِلَى أَجَلٍ مُسَمًّى

“Dan hendaklah kalian meminta ampun kepada Tuhan kalian, dan bertobatlah kepada-Nya. (Jika kalian mengerjakan yang demikian), niscaya Dia akan memberi kenikmatan yang baik (terus-menerus) kepada kalian sampai kepada waktu yang telah ditentukan”. (QS. Hud: 3).

● Di jauhkan dari bencana

Allah Ta’ala berfirman :

وَمَا كَانَ اللَّهُ لِيُعَذِّبَهُمْ وَأَنْتَ فِيهِمْ وَمَا كَانَ اللَّهُ مُعَذِّبَهُمْ وَهُمْ يَسْتَغْفِرُونَ

“Dan tidaklah (pula) Allah akan mengazab mereka, sedang mereka meminta ampun,” (QS. Al Anfaal: 33).

● Mendatangkan rahmat

Allah Ta’ala berfirman :

لَوْلا تَسْتَغْفِرُونَ اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ

“Hendaklah kalian meminta ampun kepada Allah, agar kalian mendapat rahmat”. (QS. An Naml: 46).

______________

DALIL DI PERINTAHKANNYA ISTIGHFAR

DALIL DI PERINTAHKANNYA ISTIGHFAR

Allah Ta’ala berfirman :

وَاسْتَغْفِرِ اللهَ إِنَّ اللهَ كَانَ غَفُورًا رَّحِيمًا

“Dan mohonlah ampun kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. (QS. An-Nisaa’: 106).

Allah Ta’ala berfirman :

فَاعْلَمْ أَنَّهُ لآإِلَهَ إِلاَّاللهُ وَاسْتَغْفِرْ لِذَنبِكَ وَلِلْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَاللهُ يَعْلَمُ مُتَقَلَّبَكُمْ وَمَثْوَاكُمْ

“Maka ketahuilah, bahwa tidak ada Ilah (Yang Haq) melainkan Allah dan mohonlah ampunan bagi dosamu dan bagi (dosa) orang-orang Mu’min, laki-laki dan perempuan”. (QS. Muhammad: 19).

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, Allah Ta’ala berfirman :

يَا عِبَادِى إِنَّكُمْ تُخْطِئُونَ بِاللَّيْلِ وَالنَّهَارِ وَأَنَا أَغْفِرُ الذُّنُوبَ جَمِيعًا فَاسْتَغْفِرُونِى أَغْفِرْ لَكُمْ

“Wahai hamba-Ku, sesungguhnya kalian berbuat dosa di waktu siang dan malam, dan Aku mengampuni dosa-dosa itu semuanya, maka mintalah ampun kepada-Ku, pasti Aku mengampuni kalian”. (HR. Muslim no. 6737).

_____________

PENGERTIAN ISTIGHFAR

PENGERTIAN ISTIGHFAR

Menurut sebagian para Ulama, ‘istighfar’ bermakna memohon ampunan kepada Allah Ta’ala dengan lisan.

Istighfar merupakan dzikir dalam bentuk do’a yang di ajarkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang sangat dianjurkan untuk diperbanyak dan dikerjakan secara rutin, dengan sungguh-sungguh berharap memohon ampunan kepada Allah Ta’ala dari dosa yang telah di lakukan.

____________________

KEWAJIBAN BERBUAT BAIK KEPADA ORANG TUA

KEWAJIBAN BERBUAT BAIK KEPADA KEDUA ORANG TUA

• Di Perintahkan untuk berbuat baik kepada ibu bapak.

– Allah Ta’ala berfirman :

وَوَصَّيْنَا الْإِنسَانَ بِوَالِدَيْهِ إِحْسَاناً

“Dan Kami perintahkan kepada manusia untuk berbuat baik kepada ibu-bapaknya”. (Qs. Luqman: 14).

– Allah Ta’ala berfirman :

أَنِ اشْكُرْ لِي و َلِوَالِدَيْكَ إِلَيَّ الْمَصِيرُ

“Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu.” (Qs. Luqman: 14).

• Ucapkan perkata’an yang baik, merendahkan diri, menyayangi dan mendo’akannya.

Allah Ta’ala berfirman :

فَلَا تَقُلْ لَهُمَا أُفٍّ وَلَا تَنْهَرْهُمَا وَقُلْ لَهُمَا قَوْلًا كَرِيمًا (٢٣) وَاخْفِضْ لَهُمَا جَنَاحَ الذُّلِّ مِنَ الرَّحْمَةِ وَقُلْ رَبِّ ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِي صَغِيرًا (٢٤)

“Maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkata’an “uf” dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkata’an yang mulia. Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kasih sayang. dan ucapkanlah : “Wahai Rabbku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil”. (QS. al-Isra’: 23-24).

• Ridha Allah Ta’ala ada pada keridha’an orang tua.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

رِضَا اللَّهِ فِي رِضَا الْوَالِدَيْنِ وَسَخَطُ اللَّهِ فِي سَخَطِ الْوَالِدَيْنِ

“Ridha Allah pada ridha orang tua dan murka Allah pada murka orangtua”. (H.R.Al-Baihaqy).

عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عُمَرَ قَالَ : رِضَا الرَّبِّ فِي رِضَاالْوَالِدِ، وَسَخَطُ الرَّبِّ فِي سَخَطِ الْوَلَدِ

“Dari ‘Abdullah bin ‘Umar, ia berkata, “Ridha Allah tergantung ridha orang tua dan murka Allah tergantung murka orang tua.“ (Adabul Mufrod no. 2).

PERJUANGAN SEORANG IBU

• Ibu mengandung dan melahirkan.

– Allah Ta’ala berfirman :

حَمَلَتْهُ أُمُّهُ كُرْهاً وَوَضَعَتْهُ كُرْهاً

“Ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula).” (Qs. Al-Ahqaaf : 15).

– Allah Ta’ala berfirman :

حَمَلَتْهُ أُمُّهُ وَهْناً عَلَى وَهْنٍ وَفِصَالُهُ فِي عَامَيْنِ

“ibunya telah mengandungnya dalam keada’an lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. (Qs. Luqman: 14).

Ayat di atas menyebutkan bahwa ibu mengalami tiga macam kepayahan, yang pertama adalah hamil, kemudian melahirkan dan selanjutnya menyusui.

KEUTAMA’AN SEORANG IBU

• Kasih sayang ibu tidak akan terbalaskan.

Dari Abi Burdah, ia melihat Ibnu ‘Umar dan seorang penduduk Yaman yang sedang thawaf di sekitar Ka’bah sambil menggendong ibunya di punggungnya. Orang yaman itu bersenandung,

إِنِّي لَهَا بَعِيْرُهَا الْمُـذِلَّلُ
إِنْ أُذْعِرْتُ رِكَابُهَا لَمْ أُذْعَرُ

“Sesungguhnya diriku adalah tunggangan ibu yang sangat patuh, Apabila tunggangan yang lain lari, maka aku tidak akan lari”.

Orang itu lalu bertanya kepada Ibnu Umar, “Wahai Ibnu Umar, apakah aku telah membalas budi kepadanya ?” Ibnu Umar menjawab, “Engkau belum membalas budinya, walaupun setarik napas yang ia keluarkan ketika melahirkan”. (Adabul Mufrad no 11).

• Berbakti kepada ibu, adalah amalan yang bisa mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala.

Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma bahwasanya seseorang mendatanginya lalu berkata : “Bahwasanya aku meminang wanita, tapi ia enggan menikah denganku. Dan ia dipinang orang lain lalu ia menerimanya. Maka aku cemburu kepadanya lantas aku membunuhnya. Apakah aku masih bisa bertaubat ?” Ibnu Abbas berkata : “Apakah ibumu masih hidup?” Ia menjawab : “Tidak”. Ibnu Abbas berkata : “Bertaubatlah kepada Allah ‘Azza wa Jalla dan dekatkanlah dirimu kepada-Nya sebisamu. Atho’ bin Yasar berkata: maka aku pergi menanyakan kepada Ibnu Abbas, kenapa engkau tanyakan tentang kehidupan ibunya ? Maka beliau berkata: “Aku tidak mengetahui amalan yang paling mendekatkan diri kepada Allah ta’ala selain berbakti kepada ibu”. (Al- Baihaqy, Syu’abul Iman, 7313).

• Di kabulkannya do’a seorang ibu.

Nabi Shalallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

ثَلاَثُ دَعَوَاتٍ مُسْتَجَابَاتٌ، لاَ شَكَّ فِيْهِنَّ: دَعْوَةُ الْوَالِدِ عَلَى وَلَدِهِ، وَدَعْوَةُ الْمُسَافِرِ، وَدَعْوَةُ الْمَظْلُوْمِ

“Ada tiga do’a yang di kabulkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala yang tidak diragukan tentang do’a ini : (1) do’a kedua orang tua terhadap anaknya, (2) do’a musafir (orang yang sedang dalam perjalanan), (3) do’a orang yang di zhalimi”. (HR. Al-Bukhari dalam Al-Adabul Mufrad no. 32, 481).

UTAMAKAN IBU DARI PADA BAPAK

• Jangan durhaka kepada Ibu.

Rasulullah shalallaahu ‘alaihi wasallam bersabda :

إن الله حرم عليكم عقوق الأمهات

“Sesungguhnya Allah Ta’ala mengharamkan kalian berbuat durhaka kepada ibu-ibu kalian”. (HR, Bukhari, 1407).

• Kebaikan kepada ibu, harus tiga kali lebih besar dari pada kepada ayah.

Sebagaimana dikemukakan dalam sebuah hadits,

عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ جَاءَ رَجُلٌ إِلَى رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ :يَا رَسُوْلَ اللهِ، مَنْ أَحَقُّ النَّاسِ بِحُسْنِ صَحَابَتِي؟

Dari Abu Hurairah radhiyallaahu ‘anhu, beliau berkata, “Seseorang datang kepada Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam dan berkata, ‘Wahai Rasulullah, kepada siapakah aku harus berbakti pertama kali ?’

قَالَ أُمُّكَ، قَالَ ثُمَّ مَنْ؟ قَالَ أُمُّكَ، قَالَ ثُمَّ مَنْ؟ قَالَ أُمُّكَ، قَالَ ثُمَّ مَنْ، قَالَ أَبُوْكَ

Nabi shalallaahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Ibumu !’. Dan orang tersebut kembali bertanya, ‘Kemudian siapa lagi ?’. Nabi shalallaahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Ibumu !’. Orang tersebut bertanya kembali, ‘Kemudian siapa lagi ?’ Beliau menjawab, ‘Ibumu’. Orang tersebut bertanya kembali, ‘Kemudian siapa lagi,’ Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Kemudian ayahmu.’” (HR. Bukhari no. 5971).

Imam Al-Qurthubi menjelaskan, “Hadits tersebut menunjukkan bahwa kecinta’an dan kasih sayang terhadap seorang ibu, harus tiga kali lipat besarnya dibandingkan terhadap seorang ayah. Nabi shalallaahu ‘alaihi wasallam menyebutkan kata ibu sebanyak tiga kali, sementara kata ayah hanya satu kali. Bila hal itu sudah kita mengerti, realitas lain bisa menguatkan pengertian tersebut. Karena kesulitan dalam menghadapi masa hamil, kesulitan ketika melahirkan, dan kesulitan pada sa’at menyusui dan merawat anak, hanya dialami oleh seorang ibu. Ketiga bentuk kehormatan itu hanya dimiliki oleh seorang ibu, seorang ayah tidak memilikinya. (Lihat Tafsir Al-Qurthubi X : 239).

• Buatlah Ibu tertawa.

جَاءَ رَجُلٌ إِلَى رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ : جئْتُ أبَايِعُكَ عَلَى الْهِجْرَةِ، وَتَرَكْتُ أَبَوَيَّ يَبْكِيَانِ، فَقَالَ : اِرْخِعْ عَلَيْهِمَا؛ فَأَضْحِكْهُمَا كَمَا أَبْكَيْتَهُمَا

“Seseorang datang kepada Rasulullah shalallaahu ‘alaihi wa sallam dan berkata, “Aku akan berbai’at kepadamu untuk berhijrah, dan aku tinggalkan kedua orang tuaku dalam dalam keada’an menangis.” Rasulullah Shalallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Kembalilah kepada kedua orang tuamu dan buatlah keduanya tertawa sebagaimana engkau telah membuat keduanya menangis.” (HR. Abu Dawud, 2528).

BERBAKTI KEPADA ORANG TUA SETELAH TIADA

Tidak ada yang di harapkan orang tua dari anaknya, setelah meninggalnya selain dari do’a dan amalan yang bermanfa’at bagi akhiratnya, berupa pahala yang dapat menyelamatkannya dari adzab kubur. Dan diantara yang dapat memberikan manfa’at kepada kedua orang tua setelah meninggalnya yang dapat dilakukan oleh sang anak adalah :

1. Menjadi anak shaleh.
2. Mendo’akan dan memintakan ampunan untuk orang tuanya.
3. Memuliakan dan menyayangi kerabat, saudara dan sahabat-sahabatnya.
4. Bersedekah untuk orang tuanya.
5. Menunaikan wasiatnya yang tidak melanggar syari’at.
6. Membayarkan tanggungan (hutang) orang tuanya ketika hidup.
7. Menunaikan nadzar orang tuanya yang belum sempat di tunaikan.

1. Menjadi anak shaleh.

Hendaknya seorang anak menjadi anak yang shaleh dan bersungguh-sungguh dalam melaksanakan amal saleh. Karena kesalehan si anak mendatangkan kebaikan bagi orang tuanya di alam kubur. Amal saleh yang di lakukan si anak tidak terlepas dari usaha orang tuanya ketika hidup dalam mendidik dan memberi pendidikan yang baik.

Allah Ta’ala berfirman :

وَأَنْ لَيْسَ لِلْإِنْسَانِ إِلَّا مَا سَعَى

“Dan bahwasanya seorang manusia tidak memperoleh selain apa yang telah di usahakannya.” (QS. an-Najm: 39).

Dan anak merupakan bagian dari usaha orang tuanya, sebagaimana Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda :

وَإنَّ أَوْلَادَكُمْ مِنْ كَسْبِكُمْ

“Dan sesungguhnya anak-anak kalian adalah termasuk bagian dari usaha kalian”. (HR. at-Tirmidzi: 1358).

– Rasulullah shallallahu’alaihi was sallam bersabda :

إِذَا مَاتَ الإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَنْهُ عَمَلُهُ إِلاَّ مِنْ ثَلاَثَةٍ إِلاَّ مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُوْ لَهُ

”Apabila manusia meninggal dunia, maka terputus amalannya, kecuali tiga perkara: shadaqah jariyah, ilmu yang bermanfa’at atau anak shalih yang mendoakannya.” (HR. Muslim: 1631).

2. Mendo’akan dan memintakan ampunan untuk orang tuanya.

– Allah Ta’ala berfirman :

رَبِّ اغْفِرْ لِيْ وَلِوَالِدَيَّ

“Ya Allah ampunilah dosaku dan dosa kedua orang tuaku”. (Q.S Nuh: 28).

– Allah Ta’ala berfirman :

وَقُلْ رَبِّ ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِي صَغِيرًا

“Dan ucapkanlah, Wahai Tuhanku, kasihilah mereka berdua, sebagaimana mereka telah mendidikku sewaktu aku masih kecil”. (QS. al-Isra’: 24).

– Do’a untuk ke dua orang tua

اَللّهُمَّ اغْفِرْلِيْ وَلِوَالِدَيَّ وَارْحَمْهُمَاكَمَارَبَّيَانِيْ صَغِيْرَا

“Wahai Tuhanku, ampunilah aku dan Ibu Bapakku, sayangilah mereka seperti mereka menyayangiku di waktu kecil”.

3. Memuliakan dan menyayangi kerabat, saudara dan sahabat-sahabatnya.

– Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda :

إِنَّ أَبَرَّ الْبِرِّ صِلَةُ الْوَلَدِ أَهْلَ وُدِّ أَبِيْهِ

”Kebaikan yang terbaik adalah jika seseorang menyambung orang yang di cintai bapaknya.” (HR. Muslim: 2552).

– Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam bersabda :

مَنْ أَحَبَّ أَنْ يَصِلَ أَبَاهُ فِيْ قَبْرِهِ فَلْيَصِلْ إِخْوَانَ أَبِيْهِ بَعْدَهُ

”Barangsiapa ingin menyambung orang tuanya setelah meninggalnya, hendaklah ia menyambung teman-teman (saudara) orang tuanya setelahnya”. (HR. Ibnu Hibban: 2/175).

Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma memiliki seekor keledai yang biasa beliau tunggangi dan imamah yang biasa untuk mengikat kepalanya. Tatkala beliau berada di atas keledainya, tiba-tiba lewatlah seorang Arab badui, beliau pun berkata kepadanya : “Bukankah anda fulan anaknya fulan ?” Maka si badui pun berkata : “benar”, kemudian beliau memberikan keledainya kepada badui tersebut sambil mengatakan : “Naikilah keledai ini dan pakailah imamah ini untuk mengikat kepalamu”. Mendengar hal tersebut, berkatalah sebagian sahabatnya, “Mudah-mudahan Allah mengampuni dosamu, kamu memberikan keledai yang senantiasa kamu tunggangi dan imamah yang senantiasa kamu pakai untuk mengikat kepalamu”, maka Abdullah Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma mengatakan, “Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

إِنَّ أَبَرَّ الْبِرِّ صِلَةُ الْوَلَدِ أَهْلَ وُدِّ أَبِيْهِ

”Termasuk kebaikan yang paling baik adalah seorang anak menyambung hubungan dengan keluarga orang yang dicintai orang tuanya setelah meninggalnya”. (HR. Muslim: 2552).

Bapak orang badui tersebut adalah teman baik bapaknya Ibnu Umar (Umar bin Khatab).

4. Bersedekah untuk orang tuanya.

Seseorang pernah berkata kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Sesungguhnya ibuku meninggal secara tiba-tiba dan tidak sempat berwasiat, dan aku mengira jika dia bisa berbicara maka dia akan bersedekah, apakah baginya pahala jika aku bersedekah untuknya dan apakah aku juga akan mendapatkan pahala?”, maka Nabi shallallahu’alaihi wa sallam bersabda, “Ya”. Kemudian orang tadi mengatakan, “Aku bersaksi bahwa kebun yang berbuah ini aku sedekahkan atas namanya.” (HR. al-Bukhari: 2605 dan Muslim: 1004).

Seseorang yang berkata kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Sesungguhnya orang tuaku meninggal dan telah meninggalkan harta dan tidak mewasiatkan apa-apa, apabila aku bersedekah dengan meniatkan untuk orang tuaku, apakah hal itu akan menghapus dosanya?,” Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam menjawab, “Ya”. (HR. al-Bukhari: 2605).

5. Menunaikan wasiatnya yang tidak melanggar syari’at.

6. Membayarkan tanggungan (hutang) orang tuanya ketika hidup.

Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda :

مَنْ مَاتَ وَعَلَيْهِ صِيَامٌ، صَامَ عَنْهُ وَلِيُّهُ

“Barangsiapa yang meninggal dan masih menanggung hutang puasa, maka walinya yang menunaikannya”. (HR. Bukhari).

7. Menunaikan nadzar orang tuanya.

Sa’ad bin ‘Ubadah radhiyallahu ‘anhu meminta nasehat kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, dia berkata :

إِنَّ أُمِّى مَاتَتْ وَعَلَيْهَا نَذْرٌ

“Sesungguhnya ibuku telah meninggal dunia, namun dia memiliki nadzar (yang belum ditunaikan).”

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

اقْضِهِ عَنْهَا

“Tunaikanlah nadzar ibumu”. (HR. Bukhari no. 2761 dan Muslim no. 1638).

SIKAP ANAK TERHADAP ORANG TUA YANG MENYURUH MELAKUKAN KEMUNKARAN (MAKSIAT)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

إنَّـمَا الطَّاعَةُ فِـيْ الْـمَعْرُوفِ

“Keta’atan (kepada makhluk) hanya pada perkara-perkara baik saja”

• Meneladani Nabi Ibrahim ‘alais salam

Bapaknya Nabi Ibrahim ‘alais salam berkata :

أَرَاغِبٌ أَنتَ عَنْ آلِهَتِي يَا إِبْراهِيمُ لَئِن لَّمْ تَنتَهِ لَأَرْجُمَنَّكَ وَاهْجُرْنِي مَلِيًّا

“Bencikah kamu kepada ilah-ilahku (tuhan-tuhanku), hai Ibrahim. Jika kamu tidak berhenti, maka niscaya kamu akan kurajam”.

Namun Nabi Ibrahim ‘alaihis salam menyikapinya dengan berkata :

سَلَامٌ عَلَيْكَ سَأَسْتَغْفِرُ لَكَ رَبِّي إِنَّهُ كَانَ بِي حَفِيًّ

“Semoga keselamatan dilimpahkan kepadamu, aku akan meminta ampun bagimu kepada Rabbku. Sesungguhnya Dia sangat baik kepadaku”. (Maryam: 46-47).

FATWA ULAMA

1. Nasehati orang tua dengan lemah-lembut.

2. Bila perlu libatkan pihak lain untuk melakukan penjelasan.

3. Mencegah orang tua dari perbuatan haram atau menolak perintah orang tua yang memerintahkan berbuat haram termasuk bakti kepada orang tua.

4. Tidak bosan dan putus asa dalam rangka meluruskan orang tua untuk mendapatkan hidayah.

_________________

KEWAJIBAN BERDO’A

KEWAJIBAN BERDO’A

• Perintah Allah Ta’ala untuk berdo’a

Allah Ta’ala berfirman :

وَقَالَ رَبُّكُمُ ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ

“Dan Tuhanmu berfirman, “Berdo’alah kepada-Ku, niscaya akan Ku perkenankan bagimu”. (QS Al-Mu’min 60).

• Do’a bisa merubah takdir.

Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda :

كَتَبَ اللَّهُ مَقَادِيرَ الْخَلاَئِقِ قَبْلَ أَنْ يَخْلُقَ السَّمَوَاتِ وَالأَرْضَ بِخَمْسِينَ أَلْفَ سَنَةٍ

“Allah telah menetapkan takdir untuk setiap makhluk sejak lima puluh ribu tahun sebelum pencipta’an langit dan bumi”. (HR. Muslim 2653).

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

لاَ يَرُدُّ الْقَضَاءَ إِلاَّ الدُّعَاءُ

“Tidak ada yang bisa menolak takdir Allah kecuali doa”.

• Do’a adalah ibadah

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

الدُّعَاءُ هُوَ الْعِبَادَة

“Do’a adalah ibadah.” (HR. Abu Daud, 1479).

• Allah murka kepada yang tidak berdo’a.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

مَنْ لَمْ يَسْأَلِ اللَّهَ يَغْضَبْ عَلَيْه

“Barangsiapa yang tidak meminta pada Allah, maka Allah akan murka padanya.” (HR. Tirmidzi no. 3373).

WAKTU-WAKTU YANG MUSTAJAB UNTUK BERDO’A

Diantara usaha yang bisa kita lakukan agar do’a kita dikabulkan, adalah berdo’a pada waktu-waktu mustajab. Adapun waktu-waktu tersebut adalah :

1. Waktu sepertiga malam.

– Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

إِنَّ فِى اللَّيْلِ لَسَاعَةً لاَ يُوَافِقُهَا رَجُلٌ مُسْلِمٌ يَسْأَلُ اللَّهَ خَيْرًا مِنْ أَمْرِ الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ إِلاَّ أَعْطَاهُ إِيَّاهُ وَذَلِكَ كُلَّ لَيْلَةٍ

“Di malam hari terdapat suatu waktu yang tidaklah seorang muslim memanjatkan do’a pada Allah berkaitan dengan dunia dan akhiratnya bertepatan dengan waktu tersebut melainkan Allah akan memberikan apa yang ia minta. Hal ini berlaku setiap malamnya.” (HR. Muslim no. 757).

– Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

يَتَنَزَّلُ رَبُّنَا تَبَارَكَ وَتَعَالَى كُلَّ لَيْلَةٍ إِلَى السَّمَاءِ الدُّنْيَا حِينَ يَبْقَى ثُلُثُ اللَّيْلِ الآخِرُ يَقُولُ مَنْ يَدْعُونِى فَأَسْتَجِيبَ لَهُ ، مَنْ يَسْأَلُنِى فَأُعْطِيَهُ، وَمَنْ يَسْتَغْفِرُنِى فَأَغْفِرَ لَهُ

“Rabb kita tabaroka wa ta’ala turun setiap malam ke langit dunia hingga tersisa sepertiga malam terakhir, lalu Dia berkata: ‘Siapa yang berdo’a pada-Ku, Aku akan memperkenankan do’anya. Siapa yang meminta pada-Ku, pasti akan Kuberi. Dan siapa yang meminta ampun pada-Ku, pasti akan Ku ampuni’.” (HR. Bukhari no. 6321).

Ibnu Baththol berkata, “Waktu tersebut adalah waktu yang mulia dan terdapat dorongan beramal di waktu tersebut. Allah Ta’ala mengkhususkan waktu itu dengan nuzul-Nya (turunnya Allah). Allah pun memberikan keistimewaan pada waktu tersebut dengan diijabahinya do’a dan diberi setiap yang diminta.” (Syarh Al Bukhari, 19/118).

2. Ketika berbuka puasa.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

إِنَّ لِلصَّائِمِ عِنْدَ فِطْرِهِ لَدَعْوَةً مَا تُرَدُّ

“Sesungguhnya do’a orang yang berpuasa ketika berbuka tidaklah tertolak”. (HR. Ibnu Majah no. 1753).

3. Ketika malam lailatul qadar.

Allah Ta’ala berfirman :

لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ

“Malam Lailatul Qadr lebih baik dari 1000 bulan” (QS. Al Qadr: 3).

عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَرَأَيْتَ إِنْ عَلِمْتُ أَىُّ لَيْلَةٍ لَيْلَةُ الْقَدْرِ مَا أَقُولُ فِيهَا

Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata, “Aku pernah bertanya pada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, yaitu jika saja ada suatu hari yang aku tahu bahwa malam tersebut adalah lailatul qadar, lantas apa do’a yang mesti ku ucapkan ?”

قَالَ قُولِى اللَّهُمَّ إِنَّكَ عَفُوٌّ تُحِبُّ الْعَفْوَ فَاعْفُ عَنِّى

Jawab Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Berdo’alah : Allahumma innaka ‘afuwwun tuhibbul ‘afwa fa’fu’anni (Ya Allah, Engkau Maha Pema’af dan Engkau mencintai orang yang meminta ma’af, karenanya ma’afkanlah aku).” (HR. Tirmidzi no. 3513).

Para ulama menyimpulkan dari hadits di atas tentang anjuran memperbanyak do’a “Allahumma innaka ‘afuwwun …” pada malam yang diharap terdapat lailatul qadar.

Hadits di atas juga menunjukkan bahwa do’a di malam lailatul qadar adalah do’a yang mustajab sehingga dia bertanya pada Rasul mengenai do’a apa yang mesti dipanjatkan di malam tersebut.

4. Ketika adzan berkumandang.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

ثِنْتَانِ مَا تُرَدَّانِ الدُّعَاءُ عِنْدَ النِّدَاءِوَ تَحْتَ المَطَرِ

“Dua do’a yang tidak akan ditolak, do’a ketika adzan dan do’a ketika turun hujan.” (HR. Al Hakim).

5. Di antara adzan dan iqamah.

Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda :

إِنَّ الدُّعَاءَ لاَ يُرَدُّ بَيْنَ الأَذَانِ وَالإِقَامَةِ فَادْعُوا

“Sesungguhnya do’a yang tidak tertolak adalah do’a antara adzan dan iqomah, maka berdo’alah (kala itu).” (HR. Ahmad 3/155).

6. Ketika sedang sujud dalam shalat.

Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda :

أقْرَبُ مَا يَكُوْنُ الْعَبْدُ مِنْ رَبِّهِ وَهُوَ سَاجِدٌ، فَأَكْثِرُوْا الدُّعَاء

“Keada’an seorang hamba paling dekat dengan Robnya ketika ia sujud, maka perbanyaklah do’a”. (HR Muslim no 215).

7. Ketika sebelum salam pada shalat wajib.

Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda :

قيل يا رسول الله صلى الله عليه وسلم أي الدعاء أسمع قال جوف الليل الآخر ودبر الصلوات المكتوبات

“Ada yang bertanya: Wahai Rasulullah, kapan do’a kita didengar oleh Allah ? Beliau bersabda: “Diakhir malam dan diakhir shalat wajib” (HR. Tirmidzi, 3499)

Ibnu Qayyim Al Jauziyyah dalam Zaadul Ma’ad (1/305) menjelaskan, bahwa yang di maksud ‘akhir shalat wajib’ adalah sebelum salam.

8. Di hari Jum’at

أن رسول الله صلى الله عليه وسلم ذكر يوم الجمعة، فقال : فيه ساعة، لا يوافقها عبد مسلم، وهو قائم يصلي، يسأل الله تعالى شيئا، إلا أعطاه إياه. وأشار بيده يقللها

“Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam menyebutkan tentang hari Jumat kemudian beliau bersabda : ‘Di dalamnya terdapat waktu. Jika seorang muslim berdo’a ketika itu, pasti diberikan apa yang ia minta’. Lalu beliau mengisyaratkan dengan tangannya tentang sebentarnya waktu tersebut”. (HR. Bukhari, 935).

Ada perbeda’an pendapat mengenai kapan waktunya, dan diantara salah satunya menyebutkan, sejak imam naik mimbar sampai selesai shalat Jum’at. Berdasarkan kepada hadits :

هي ما بين أن يجلس الإمام إلى أن تقضى الصلاة

“Waktu tersebut adalah ketika imam naik mimbar sampai shalat Jum’at selesai” (HR. Muslim, 853).

9. Ketika turun hujan

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

ثِنْتَانِ مَا تُرَدَّانِ الدُّعَاءُ عِنْدَ النِّدَاءِوَ تَحْتَ المَطَرِ

“Dua do’a yang tidak akan ditolak, do’a ketika adzan dan do’a ketika turun hujan.” (HR. Al Hakim).

10. Hari rabu antara dzuhur dan ashar.

Diceritakan oleh Jabir bin Abdillah radhiallahu’anhu :

أن النبي صلى الله عليه وسلم دعا في مسجد الفتح ثلاثا يوم الاثنين، ويوم الثلاثاء، ويوم الأربعاء، فاستُجيب له يوم الأربعاء بين الصلاتين فعُرِفَ البِشْرُ في وجهه. قال جابر: فلم ينزل بي أمر مهمٌّ غليظ إِلاّ توخَّيْتُ تلك الساعة فأدعو فيها فأعرف الإجابة

Nabi shalallahu ‘alaihi wasalam berdo’a di Masjid Al Fath 3 kali, yaitu hari Senin, Selasa dan Rabu. Pada hari Rabu lah do’anya dikabulkan, yaitu diantara dua shalat. Ini diketahui dari kegembira’an di wajah beliau. Berkata Jabir : “Tidaklah suatu perkara penting yang berat pada saya kecuali saya memilih waktu ini untuk berdo’a”, dan saya mendapati dikabulkannya do’a saya”.

Dalam riwayat lain :

فاستجيب له يوم الأربعاء بين الصلاتين الظهر والعصر

“Pada hari Rabu lah do’anya dikabulkan, yaitu di antara shalat Zhuhur dan Ashar” (HR. Ahmad, no. 14603).

11. Ketika hari arafah.

Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda :

خير الدعاء دعاء يوم عرفة

“Do’a yang terbaik adalah do’a ketika hari Arafah”. (HR. At Tirmidzi, 3585).

Hari Arafah adalah hari ke 9 dalam bulan Dzulhijjah dan merupakan hari ke 2 dalam pelaksana’an ibadah haji.

Arafah merupakan nama sebuah gunung, tempat di mana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam khutbah untuk yang terakhir kalinya.

12. Ketika perang berkecamuk.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

ثنتان لا تردان أو قلما تردان الدعاء عند النداء وعند البأس حين يلحم بعضهم بعضا

“Do’a tidak tertolak pada dua waktu, atau minimal kecil kemungkinan tertolaknya. Yaitu ketika adzan berkumandang dan sa’at perang berkecamuk, ketika kedua kubu saling menyerang”. (HR. Abu Daud, 2540).

13. Ketika meminum air zam-zam.

Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda :

مَاءُ زَمْزَمَ لمِاَ شُرِبَ لَهُ

“Khasiat air zam-zam itu sesuai niat peminumnya” (HR. Ibnu Majah, 2/1018).

BEBERAPA SEBAB YANG MENJADIKAN DO’A TERTOLAK

Ada beberapa sebab yang menjadikan do’a tidak di kabulkan, diantaranya :

1. Makan dan memakai pakaian dari usaha yang haram.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّ اللَّهَ طَيِّبٌ لاَ يَقْبَلُ إِلاَّ طَيِّبًا وَإِنَّ اللَّهَ أَمَرَ الْمُؤْمِنِينَ بِمَا أَمَرَ بِهِ الْمُرْسَلِينَ فَقَالَ (يَا أَيُّهَا الرُّسُلُ كُلُوا مِنَ الطَّيِّبَاتِ وَاعْمَلُوا صَالِحًا إِنِّى بِمَا تَعْمَلُونَ عَلِيمٌ) وَقَالَ (يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُلُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا رَزَقْنَاكُمْ)

“Wahai sekalian manusia, sesungguhnya Allah itu thoyib (baik). Dia tidak akan menerima sesuatu melainkan yang baik pula. Dan sesungguhnya Allah telah memerintahkan kepada orang-orang mukmin seperti yang diperintahkan-Nya kepada para Rasul. Firman-Nya, ‘Wahai para Rasul! Makanlah makanan yang baik-baik (halal) dan kerjakanlah amal shalih. Sesungguhnya Aku Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan’. Dan Allah juga berfirman, ‘Wahai orang-orang yang beriman! Makanlah rezeki yang baik-baik yang telah kami rezekikan kepadamu’.

ثُمَّ ذَكَرَ الرَّجُلَ يُطِيلُ السَّفَرَ أَشْعَثَ أَغْبَرَ يَمُدُّ يَدَيْهِ إِلَى السَّمَاءِ يَا رَبِّ يَا رَبِّ وَمَطْعَمُهُ حَرَامٌ وَمَشْرَبُهُ حَرَامٌ وَمَلْبَسُهُ حَرَامٌ وَغُذِىَ بِالْحَرَامِ فَأَنَّى يُسْتَجَابُ لِذَلِكَ

Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menceritakan tentang seorang laki-laki yang telah lama berjalan karena jauhnya jarak yang ditempuhnya. Sehingga rambutnya kusut masai dan berdebu. Orang itu mengangkat tangannya ke langit seraya berdo’a, ‘Wahai Tuhanku, wahai Tuhanku’. Padahal, makanannya dari barang yang haram, minumannya dari yang haram, pakaiannya dari yang haram dan diberi makan dengan makanan yang haram, maka bagaimanakah Allah akan mengabulkan do’anya ?” (HR. Muslim).

2. Tergesa-gesa ingin segera di kabulkan.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

يُسْتَجَابُ لأَحَدِكُمْ مَا لَمْ يَعْجَلْ يَقُوْلُ دَعَوْتُ فَلَمْ يُسْتَجَبْ لِيْ

“Dikabulkan do’a seseorang dari kalian selama ia tidak buru-buru, (dimana) ia berkata : ”Aku sudah berdo’a namun belum dikabulkan doaku”. (Diriwayatkan oleh Al-Bukhari no. 5981).

Seorang sahabat bertanya : “Ya Rasulullah, apa itu isti’jal (tergesa-gesa) ?”. Beliau menjawab : “Jika seseorang berkata : ‘Aku sudah berdoa, memohon kepada Allah, tetapi Dia belum mengabulkan doaku’. Lalu ia merasa putus asa dan akhirnya meninggalkan do’anya tersebut”. (H.R Muslim, 2735].

3. Berdo’a untuk melakukan kemaksiatan dan memutuskan silatu rahmi.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

لا يَزَالُ يُسْتَجَابُ لِلْعَبْدِ مَا لَمْ يَدْعُ بِإِثْمٍ أَوْ قَطِيْعَةِ رَحِمٍ

“Senantiasa do’a seorang hamba akan dikabulkan selama ia tidak berdo’a untuk berbuat dosa atau memutuskan silaturahim”. (Muslim no. 2735).

4. Meninggalkan kewajiban amar ma’ruf nahi munkar.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

وَالَّذِيْ نَفْسِيْ بِيَدِهِ لَتَأْمُرُنَّ بِاْلمَعْرُوْفِ وَلْتَنْهَوُنَّ عَنِ اْلمُنْكَرِ أَوْ لَيُوْشِكَنَّ اللهُ أَنْ يَبْعَثَ عَلَيْكُمْ عِقَاباً مِنْهُ ثُمَ تَدْعُوْنَهُ فَلا يُسْتَجَابُ لَكُمْ

“Demi Dzat yang jiwaku di tangan-Nya, hendaklah kalian menyuruh yang ma’ruf dan mencegah kemungkaran atau (kalau tidak kalian lakukan) maka pasti Allah akan menurunkan siksa kepada kalian, hingga kalian berdo’a kepada-Nya, tetapi tidak dikabulkan”. (HR. At-Tirmidzi no. 2169).

5. Tidak sungguh-sungguh dalam berdo’a.

Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

إِذَا دَعَوْتُمُ اللهَ فَاعْزِمُوْا فِي الدُّعَاءِ وَلا يَقُوْلَنَّ أَحَدُكُمْ إِنْ شِئْتَ فَأَعْطِنِيْ فَإِنْ اللهَ لا مُسْتَكْرِهَ لَهُ

“Apabila seseorang dari kamu berdo’a dan memohon kepada Allah, janganlah ia mengucapkan : ‘Ya Allah, ampunilah dosaku jika Engkau kehendaki, sayangilah aku jika Engkau kehendaki, dan berilah rizki jika engkau kehendaki ‘. Akan tetapi, ia harus bersungguh-sungguh dalam berdoa. Sesungguhnya Allah berbuat menurut apa yang Ia kehendaki dan tidak ada yang memaksa-Nya”. (H.R Al-Bukhari, 7026).

6. Tidak khusyu’ dan hati yang lalai.

Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

ادْعُوْا اللهَ وَأَنْتُمْ مُوْقِنُوْنَ بِاْلإِجَابَةِ وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ لا يَسْتَجِيْبُ دُعَاءً مِنْ قَلْبٍ غَافِلٍ لاهٍ

“Berdo’alah kepada Allah dan kamu yakin akan dikabulkan. Ketahuilah bahwa Allah tidak akan mengabulkan do’a orang yang hatinya lalai dan tidak khusyu’”. (H.R At-Tirmidzi no. 3479).

“Yang dimaksud dengan “hati yang lalai” (قَلْبٍ غَافِلٍ) adalah, hati yang berpaling dari Allah atau berpaling dari yang di mintanya”. (Mir’atul Mafatih 7/360-361).

ADAB BERDO’A

• Berdo’alah dengan suara lembut.

Diantara adab dalam berdo’a ialah tidak mengeraskan suara.

Allah Ta’ala berfirman :

ادْعُوا رَبَّكُمْ تَضَرُّعًا وَخُفْيَةً ۚ إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الْمُعْتَدِينَ

“Berdo’alah kepada Rabbmu dengan berendah diri dan suara yang lembut. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas”. (al-A’raf: 55).

Allah subhanahu wa Ta’ala berfirman :

وَلَا تَجْهَرْ بِصَلَاتِكَ وَلَا تُخَافِتْ بِهَا وَابْتَغِ بَيْنَ ذَلِكَ سَبِيلًا

“Janganlah kalian mengeraskan do’a kalian dan janganlah pula merendahkannya dan carilah jalan tengah di antara kedua itu.” (QS. Al-Isra: 110).

Al-Hasan al-Bashri rahimahullah seorang Tabi’i, ia berkata: “Dahulu, kaum muslimin sangat tekun dalam berdo’a. Tidak terdengar suara dari mereka, kecuali hanya suara lirih antara mereka dengan Rabb mereka”. (Jâmi’ul-Bayân ‘an Ta`wil Ay Al-Qur`ân, 8/261).

• Teguran Rasulullah kepada yang mengeraskan suara dalam berdo’a.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

أيُّهَا النَّاسُ ارْبَعُوا عَلى أنْفُسكُمْ إنَّكُمْ لَيسَ تَدْ عُونَ أصَمَّ وَلاَ غَائِبًا إنّكُم تَدْ عُونَ سَمِيعًا قَرِيبًا

“Wahai manusia. Tenangkanlah diri kalian. Sesungguhnya kalian tidak menyeru Dzat yang bisu atau yang tidak ada. Sesungguhnya Dzat yang kalian seru Maha Mendengar lagi Maha Dekat”. (HR al-Bukhâri, no. 4205).

• Akan muncul orang-orang yang berlebihan dalam berdo’a.

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

إنَّهُ سَيَكُونُ فِي هَذِهِ اْلأُمَّةِ قَوْمٌ يَعْتَدُونَ فِي الطَّهُورِ وَالدُّعَاءِ

“Sungguh akan muncul kaum dari umat ini yang akan berbuat melampaui batas dalam berdo’a dan bersuci”. (HR Ahmad, Abu Dâwud dan Ibnu Maajah).

Beberapa contoh melampaui batas dalam berdo’a.

Berdo’a yang melampaui batas selain mengeraskan suara, juga berdo’a dari perkara-perkara yang tidak di benarkan syari’at, misalnya : Meminta di mudahkan untuk melakukan perbuatan haram atau maksiat, meminta di beri anak tanpa mau menikah, meminta rizki melimpah tanpa mau bekerja, atau ingin bisa mengetahui perkara-perkara gaib.

Berdo’a kepada Allah yang melampaui batas lainnya yaitu, Berdo’a yang mengandung laknat bagi kaum mukminin.

Sebagian ulama Salaf menjelaskan makna orang-orang yang melampaui batas pada ayat di atas, bahwasanya mereka ialah orang-orang yang melaknat kaum mukminin pada kondisi yang tidak diperbolehkan, seraya berseru: “Ya Allah, hinakan mereka. Ya Allah, laknatlah mereka”. (Ma’âlimut-Tanzîl, 2/166).

Syaikh ‘Abdur-Razzâq berkata : “Bagaimana mungkin do’a orang yang berbuat melampui pedoman-pedoman syariat dan tidak mengindahkan batasan yang sudah ditetapkan itu bisa diharapkan untuk dikabulkan. Do’a yang mengandung perbuatan melampaui batas tidak disukai Allah dan tidak diridhai-Nya. (Maka) bagaimana seseorang bisa berharap doa’nya dikabulkan dan diterima Allah ?”. (Fiqhul-Ad’iyah, 2/75).

IKHLAS DALAM BERDO’A

Allah Ta’ala berfirman :

فَادْعُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ

“Maka sembahlah Allah dengan memurnikan ibadah kepada-Nya“. (Ghafir: 14).

Ibnu Katsir mengatakan bahwa setiap orang yang beribadah dan berdo’a hendaknya dengan ikhlas serta menyelisihi orang-orang musyrik dalam cara dan madzhab mereka. [Tafsir Ibnu Katsir 4/73].

Orang-orang musyrik berdo’a kepada Allah Ta’ala, mereka menjadikan berhala sebagai perantara kepada Allah Ta’ala.

SEPULUH SEBAB YANG MENGHALANGI DO’A MENURUT SYAIKH IBRAHIM BIN ADHAM

Penduduk Basrah bertanya kepada Syaikh Ibrahim bin Adham, terkait do’a mereka yang merasa tidak di kabulkan Allah Ta’ala. Maka Syaikh Ibrahim bin Adham pun berkata :

١- عرفتم الله ولم تعد حقه
٢- قرأتم القرآن ولم تعمل به
٣- ادعيتم حب رسول الله
وتركت سنته
٤- ادعيتم ادونس الشيطان واطعتمه
٥- ادعيتم النجاح من النار
ورميتم انفسكم اليها
٦- ادعيتم دخول الجنة ولم تعمل له
٧- قلتم ان الموت حق ولم
تستعذ له
٨- استغلتم بعيوب اخوان ولم ترون بعيوب انفسكم
٩- اكلتم نعمة ربكم ولم تشكرله
١٠- ادفنتم موتكم ولم تعتبر بهم
(ابراهيم ابن ادهام)

1. Kalian percaya adanya Allah tapi tidak kalian tidak memenuhi hak-Nya.
2. Kalian membaca Al-Qur’an tapi kalian tidak mengamalkannya.
3. Kalian mengatakan cinta kepada Rasulullah, tapi kalian tidak mengikuti sunnahnya (tuntunannya).
4. Kalian mengatakan setan itu musuh tapi kalian menuruti bujuk rayunya.
5. Kalian ingin selamat dari api neraka, tapi kalian menjerumuskan diri kepada perbuatan yang dapat menjerumuskan ke dalam neraka.
6. Kalian ingin masuk surga tapi kalian tidak beramal dengan amalan yang dapat memasukan ke dalam surga.
7. Kalian meyakini bahwa kematian itu benar, tapi kalian tidak menyiapkan diri dari padanya.
8. Kalian sibuk mencari-cari aib saudaramu, tapi kalian tidak peduli aib sendiri.
9. Kalian makan dan minum dari rezeki Allah, tapi kalian tidak bersyukur.
10. Kalian mengubur mayat tetapi tidak mengambil pelajaran.

_____________________