KEWAJIBAN BERBUAT BAIK KEPADA ORANG TUA

KEWAJIBAN BERBUAT BAIK KEPADA KEDUA ORANG TUA

• Di Perintahkan untuk berbuat baik kepada ibu bapak.

– Allah Ta’ala berfirman :

وَوَصَّيْنَا الْإِنسَانَ بِوَالِدَيْهِ إِحْسَاناً

“Dan Kami perintahkan kepada manusia untuk berbuat baik kepada ibu-bapaknya”. (Qs. Luqman: 14).

– Allah Ta’ala berfirman :

أَنِ اشْكُرْ لِي و َلِوَالِدَيْكَ إِلَيَّ الْمَصِيرُ

“Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu.” (Qs. Luqman: 14).

• Ucapkan perkata’an yang baik, merendahkan diri, menyayangi dan mendo’akannya.

Allah Ta’ala berfirman :

فَلَا تَقُلْ لَهُمَا أُفٍّ وَلَا تَنْهَرْهُمَا وَقُلْ لَهُمَا قَوْلًا كَرِيمًا (٢٣) وَاخْفِضْ لَهُمَا جَنَاحَ الذُّلِّ مِنَ الرَّحْمَةِ وَقُلْ رَبِّ ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِي صَغِيرًا (٢٤)

“Maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkata’an “uf” dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkata’an yang mulia. Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kasih sayang. dan ucapkanlah : “Wahai Rabbku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil”. (QS. al-Isra’: 23-24).

• Ridha Allah Ta’ala ada pada keridha’an orang tua.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

رِضَا اللَّهِ فِي رِضَا الْوَالِدَيْنِ وَسَخَطُ اللَّهِ فِي سَخَطِ الْوَالِدَيْنِ

“Ridha Allah pada ridha orang tua dan murka Allah pada murka orangtua”. (H.R.Al-Baihaqy).

عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عُمَرَ قَالَ : رِضَا الرَّبِّ فِي رِضَاالْوَالِدِ، وَسَخَطُ الرَّبِّ فِي سَخَطِ الْوَلَدِ

“Dari ‘Abdullah bin ‘Umar, ia berkata, “Ridha Allah tergantung ridha orang tua dan murka Allah tergantung murka orang tua.“ (Adabul Mufrod no. 2).

PERJUANGAN SEORANG IBU

• Ibu mengandung dan melahirkan.

– Allah Ta’ala berfirman :

حَمَلَتْهُ أُمُّهُ كُرْهاً وَوَضَعَتْهُ كُرْهاً

“Ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula).” (Qs. Al-Ahqaaf : 15).

– Allah Ta’ala berfirman :

حَمَلَتْهُ أُمُّهُ وَهْناً عَلَى وَهْنٍ وَفِصَالُهُ فِي عَامَيْنِ

“ibunya telah mengandungnya dalam keada’an lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. (Qs. Luqman: 14).

Ayat di atas menyebutkan bahwa ibu mengalami tiga macam kepayahan, yang pertama adalah hamil, kemudian melahirkan dan selanjutnya menyusui.

KEUTAMA’AN SEORANG IBU

• Kasih sayang ibu tidak akan terbalaskan.

Dari Abi Burdah, ia melihat Ibnu ‘Umar dan seorang penduduk Yaman yang sedang thawaf di sekitar Ka’bah sambil menggendong ibunya di punggungnya. Orang yaman itu bersenandung,

إِنِّي لَهَا بَعِيْرُهَا الْمُـذِلَّلُ
إِنْ أُذْعِرْتُ رِكَابُهَا لَمْ أُذْعَرُ

“Sesungguhnya diriku adalah tunggangan ibu yang sangat patuh, Apabila tunggangan yang lain lari, maka aku tidak akan lari”.

Orang itu lalu bertanya kepada Ibnu Umar, “Wahai Ibnu Umar, apakah aku telah membalas budi kepadanya ?” Ibnu Umar menjawab, “Engkau belum membalas budinya, walaupun setarik napas yang ia keluarkan ketika melahirkan”. (Adabul Mufrad no 11).

• Berbakti kepada ibu, adalah amalan yang bisa mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala.

Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma bahwasanya seseorang mendatanginya lalu berkata : “Bahwasanya aku meminang wanita, tapi ia enggan menikah denganku. Dan ia dipinang orang lain lalu ia menerimanya. Maka aku cemburu kepadanya lantas aku membunuhnya. Apakah aku masih bisa bertaubat ?” Ibnu Abbas berkata : “Apakah ibumu masih hidup?” Ia menjawab : “Tidak”. Ibnu Abbas berkata : “Bertaubatlah kepada Allah ‘Azza wa Jalla dan dekatkanlah dirimu kepada-Nya sebisamu. Atho’ bin Yasar berkata: maka aku pergi menanyakan kepada Ibnu Abbas, kenapa engkau tanyakan tentang kehidupan ibunya ? Maka beliau berkata: “Aku tidak mengetahui amalan yang paling mendekatkan diri kepada Allah ta’ala selain berbakti kepada ibu”. (Al- Baihaqy, Syu’abul Iman, 7313).

• Di kabulkannya do’a seorang ibu.

Nabi Shalallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

ثَلاَثُ دَعَوَاتٍ مُسْتَجَابَاتٌ، لاَ شَكَّ فِيْهِنَّ: دَعْوَةُ الْوَالِدِ عَلَى وَلَدِهِ، وَدَعْوَةُ الْمُسَافِرِ، وَدَعْوَةُ الْمَظْلُوْمِ

“Ada tiga do’a yang di kabulkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala yang tidak diragukan tentang do’a ini : (1) do’a kedua orang tua terhadap anaknya, (2) do’a musafir (orang yang sedang dalam perjalanan), (3) do’a orang yang di zhalimi”. (HR. Al-Bukhari dalam Al-Adabul Mufrad no. 32, 481).

UTAMAKAN IBU DARI PADA BAPAK

• Jangan durhaka kepada Ibu.

Rasulullah shalallaahu ‘alaihi wasallam bersabda :

إن الله حرم عليكم عقوق الأمهات

“Sesungguhnya Allah Ta’ala mengharamkan kalian berbuat durhaka kepada ibu-ibu kalian”. (HR, Bukhari, 1407).

• Kebaikan kepada ibu, harus tiga kali lebih besar dari pada kepada ayah.

Sebagaimana dikemukakan dalam sebuah hadits,

عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ جَاءَ رَجُلٌ إِلَى رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ :يَا رَسُوْلَ اللهِ، مَنْ أَحَقُّ النَّاسِ بِحُسْنِ صَحَابَتِي؟

Dari Abu Hurairah radhiyallaahu ‘anhu, beliau berkata, “Seseorang datang kepada Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam dan berkata, ‘Wahai Rasulullah, kepada siapakah aku harus berbakti pertama kali ?’

قَالَ أُمُّكَ، قَالَ ثُمَّ مَنْ؟ قَالَ أُمُّكَ، قَالَ ثُمَّ مَنْ؟ قَالَ أُمُّكَ، قَالَ ثُمَّ مَنْ، قَالَ أَبُوْكَ

Nabi shalallaahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Ibumu !’. Dan orang tersebut kembali bertanya, ‘Kemudian siapa lagi ?’. Nabi shalallaahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Ibumu !’. Orang tersebut bertanya kembali, ‘Kemudian siapa lagi ?’ Beliau menjawab, ‘Ibumu’. Orang tersebut bertanya kembali, ‘Kemudian siapa lagi,’ Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Kemudian ayahmu.’” (HR. Bukhari no. 5971).

Imam Al-Qurthubi menjelaskan, “Hadits tersebut menunjukkan bahwa kecinta’an dan kasih sayang terhadap seorang ibu, harus tiga kali lipat besarnya dibandingkan terhadap seorang ayah. Nabi shalallaahu ‘alaihi wasallam menyebutkan kata ibu sebanyak tiga kali, sementara kata ayah hanya satu kali. Bila hal itu sudah kita mengerti, realitas lain bisa menguatkan pengertian tersebut. Karena kesulitan dalam menghadapi masa hamil, kesulitan ketika melahirkan, dan kesulitan pada sa’at menyusui dan merawat anak, hanya dialami oleh seorang ibu. Ketiga bentuk kehormatan itu hanya dimiliki oleh seorang ibu, seorang ayah tidak memilikinya. (Lihat Tafsir Al-Qurthubi X : 239).

• Buatlah Ibu tertawa.

جَاءَ رَجُلٌ إِلَى رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ : جئْتُ أبَايِعُكَ عَلَى الْهِجْرَةِ، وَتَرَكْتُ أَبَوَيَّ يَبْكِيَانِ، فَقَالَ : اِرْخِعْ عَلَيْهِمَا؛ فَأَضْحِكْهُمَا كَمَا أَبْكَيْتَهُمَا

“Seseorang datang kepada Rasulullah shalallaahu ‘alaihi wa sallam dan berkata, “Aku akan berbai’at kepadamu untuk berhijrah, dan aku tinggalkan kedua orang tuaku dalam dalam keada’an menangis.” Rasulullah Shalallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Kembalilah kepada kedua orang tuamu dan buatlah keduanya tertawa sebagaimana engkau telah membuat keduanya menangis.” (HR. Abu Dawud, 2528).

BERBAKTI KEPADA ORANG TUA SETELAH TIADA

Tidak ada yang di harapkan orang tua dari anaknya, setelah meninggalnya selain dari do’a dan amalan yang bermanfa’at bagi akhiratnya, berupa pahala yang dapat menyelamatkannya dari adzab kubur. Dan diantara yang dapat memberikan manfa’at kepada kedua orang tua setelah meninggalnya yang dapat dilakukan oleh sang anak adalah :

1. Menjadi anak shaleh.
2. Mendo’akan dan memintakan ampunan untuk orang tuanya.
3. Memuliakan dan menyayangi kerabat, saudara dan sahabat-sahabatnya.
4. Bersedekah untuk orang tuanya.
5. Menunaikan wasiatnya yang tidak melanggar syari’at.
6. Membayarkan tanggungan (hutang) orang tuanya ketika hidup.
7. Menunaikan nadzar orang tuanya yang belum sempat di tunaikan.

1. Menjadi anak shaleh.

Hendaknya seorang anak menjadi anak yang shaleh dan bersungguh-sungguh dalam melaksanakan amal saleh. Karena kesalehan si anak mendatangkan kebaikan bagi orang tuanya di alam kubur. Amal saleh yang di lakukan si anak tidak terlepas dari usaha orang tuanya ketika hidup dalam mendidik dan memberi pendidikan yang baik.

Allah Ta’ala berfirman :

وَأَنْ لَيْسَ لِلْإِنْسَانِ إِلَّا مَا سَعَى

“Dan bahwasanya seorang manusia tidak memperoleh selain apa yang telah di usahakannya.” (QS. an-Najm: 39).

Dan anak merupakan bagian dari usaha orang tuanya, sebagaimana Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda :

وَإنَّ أَوْلَادَكُمْ مِنْ كَسْبِكُمْ

“Dan sesungguhnya anak-anak kalian adalah termasuk bagian dari usaha kalian”. (HR. at-Tirmidzi: 1358).

– Rasulullah shallallahu’alaihi was sallam bersabda :

إِذَا مَاتَ الإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَنْهُ عَمَلُهُ إِلاَّ مِنْ ثَلاَثَةٍ إِلاَّ مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُوْ لَهُ

”Apabila manusia meninggal dunia, maka terputus amalannya, kecuali tiga perkara: shadaqah jariyah, ilmu yang bermanfa’at atau anak shalih yang mendoakannya.” (HR. Muslim: 1631).

2. Mendo’akan dan memintakan ampunan untuk orang tuanya.

– Allah Ta’ala berfirman :

رَبِّ اغْفِرْ لِيْ وَلِوَالِدَيَّ

“Ya Allah ampunilah dosaku dan dosa kedua orang tuaku”. (Q.S Nuh: 28).

– Allah Ta’ala berfirman :

وَقُلْ رَبِّ ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِي صَغِيرًا

“Dan ucapkanlah, Wahai Tuhanku, kasihilah mereka berdua, sebagaimana mereka telah mendidikku sewaktu aku masih kecil”. (QS. al-Isra’: 24).

– Do’a untuk ke dua orang tua

اَللّهُمَّ اغْفِرْلِيْ وَلِوَالِدَيَّ وَارْحَمْهُمَاكَمَارَبَّيَانِيْ صَغِيْرَا

“Wahai Tuhanku, ampunilah aku dan Ibu Bapakku, sayangilah mereka seperti mereka menyayangiku di waktu kecil”.

3. Memuliakan dan menyayangi kerabat, saudara dan sahabat-sahabatnya.

– Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda :

إِنَّ أَبَرَّ الْبِرِّ صِلَةُ الْوَلَدِ أَهْلَ وُدِّ أَبِيْهِ

”Kebaikan yang terbaik adalah jika seseorang menyambung orang yang di cintai bapaknya.” (HR. Muslim: 2552).

– Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam bersabda :

مَنْ أَحَبَّ أَنْ يَصِلَ أَبَاهُ فِيْ قَبْرِهِ فَلْيَصِلْ إِخْوَانَ أَبِيْهِ بَعْدَهُ

”Barangsiapa ingin menyambung orang tuanya setelah meninggalnya, hendaklah ia menyambung teman-teman (saudara) orang tuanya setelahnya”. (HR. Ibnu Hibban: 2/175).

Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma memiliki seekor keledai yang biasa beliau tunggangi dan imamah yang biasa untuk mengikat kepalanya. Tatkala beliau berada di atas keledainya, tiba-tiba lewatlah seorang Arab badui, beliau pun berkata kepadanya : “Bukankah anda fulan anaknya fulan ?” Maka si badui pun berkata : “benar”, kemudian beliau memberikan keledainya kepada badui tersebut sambil mengatakan : “Naikilah keledai ini dan pakailah imamah ini untuk mengikat kepalamu”. Mendengar hal tersebut, berkatalah sebagian sahabatnya, “Mudah-mudahan Allah mengampuni dosamu, kamu memberikan keledai yang senantiasa kamu tunggangi dan imamah yang senantiasa kamu pakai untuk mengikat kepalamu”, maka Abdullah Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma mengatakan, “Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

إِنَّ أَبَرَّ الْبِرِّ صِلَةُ الْوَلَدِ أَهْلَ وُدِّ أَبِيْهِ

”Termasuk kebaikan yang paling baik adalah seorang anak menyambung hubungan dengan keluarga orang yang dicintai orang tuanya setelah meninggalnya”. (HR. Muslim: 2552).

Bapak orang badui tersebut adalah teman baik bapaknya Ibnu Umar (Umar bin Khatab).

4. Bersedekah untuk orang tuanya.

Seseorang pernah berkata kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Sesungguhnya ibuku meninggal secara tiba-tiba dan tidak sempat berwasiat, dan aku mengira jika dia bisa berbicara maka dia akan bersedekah, apakah baginya pahala jika aku bersedekah untuknya dan apakah aku juga akan mendapatkan pahala?”, maka Nabi shallallahu’alaihi wa sallam bersabda, “Ya”. Kemudian orang tadi mengatakan, “Aku bersaksi bahwa kebun yang berbuah ini aku sedekahkan atas namanya.” (HR. al-Bukhari: 2605 dan Muslim: 1004).

Seseorang yang berkata kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Sesungguhnya orang tuaku meninggal dan telah meninggalkan harta dan tidak mewasiatkan apa-apa, apabila aku bersedekah dengan meniatkan untuk orang tuaku, apakah hal itu akan menghapus dosanya?,” Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam menjawab, “Ya”. (HR. al-Bukhari: 2605).

5. Menunaikan wasiatnya yang tidak melanggar syari’at.

6. Membayarkan tanggungan (hutang) orang tuanya ketika hidup.

Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda :

مَنْ مَاتَ وَعَلَيْهِ صِيَامٌ، صَامَ عَنْهُ وَلِيُّهُ

“Barangsiapa yang meninggal dan masih menanggung hutang puasa, maka walinya yang menunaikannya”. (HR. Bukhari).

7. Menunaikan nadzar orang tuanya.

Sa’ad bin ‘Ubadah radhiyallahu ‘anhu meminta nasehat kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, dia berkata :

إِنَّ أُمِّى مَاتَتْ وَعَلَيْهَا نَذْرٌ

“Sesungguhnya ibuku telah meninggal dunia, namun dia memiliki nadzar (yang belum ditunaikan).”

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

اقْضِهِ عَنْهَا

“Tunaikanlah nadzar ibumu”. (HR. Bukhari no. 2761 dan Muslim no. 1638).

SIKAP ANAK TERHADAP ORANG TUA YANG MENYURUH MELAKUKAN KEMUNKARAN (MAKSIAT)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

إنَّـمَا الطَّاعَةُ فِـيْ الْـمَعْرُوفِ

“Keta’atan (kepada makhluk) hanya pada perkara-perkara baik saja”

• Meneladani Nabi Ibrahim ‘alais salam

Bapaknya Nabi Ibrahim ‘alais salam berkata :

أَرَاغِبٌ أَنتَ عَنْ آلِهَتِي يَا إِبْراهِيمُ لَئِن لَّمْ تَنتَهِ لَأَرْجُمَنَّكَ وَاهْجُرْنِي مَلِيًّا

“Bencikah kamu kepada ilah-ilahku (tuhan-tuhanku), hai Ibrahim. Jika kamu tidak berhenti, maka niscaya kamu akan kurajam”.

Namun Nabi Ibrahim ‘alaihis salam menyikapinya dengan berkata :

سَلَامٌ عَلَيْكَ سَأَسْتَغْفِرُ لَكَ رَبِّي إِنَّهُ كَانَ بِي حَفِيًّ

“Semoga keselamatan dilimpahkan kepadamu, aku akan meminta ampun bagimu kepada Rabbku. Sesungguhnya Dia sangat baik kepadaku”. (Maryam: 46-47).

FATWA ULAMA

1. Nasehati orang tua dengan lemah-lembut.

2. Bila perlu libatkan pihak lain untuk melakukan penjelasan.

3. Mencegah orang tua dari perbuatan haram atau menolak perintah orang tua yang memerintahkan berbuat haram termasuk bakti kepada orang tua.

4. Tidak bosan dan putus asa dalam rangka meluruskan orang tua untuk mendapatkan hidayah.

_________________