BEBERAPA KISAH TERKAIT ISTIGHFAR

BEBERAPA KISAH TERKAIT ISTIGHFAR

1. NASIHAT IMAM HASAN AL BASHRI, “ISTIGHFARLAH !”

Imam Hasan al-Bashri rahimahullah, Ulama generasi Tabi’in menengah. Beliau wafat pada tahun 110 H dalam usia 88 tahun. Imam Hasan al-Bashri di mintai nasihatnya karena kemarau yang melanda, kemiskinan, ingin di karunia anak dan lainnya.

Imam Al-Qurthubi menyebutkan dari Ibnu Shabih, bahwasanya ia berkata : Ada seorang laki-laki mengadu kepada Al-Hasan Al-Bashri tentang kegersangan (bumi) maka beliau berkata kepadanya, ‘Beristighfarlah kepada Allah !. Yang lain mengadu kepadanya tentang kemiskinan maka beliau berkata kepadanya, ‘Beristighfarlah kepada Allah !. Yang lain lagi berkata kepadanya, ‘Do’akanlah (aku) kepada Allah, agar Ia memberiku anak !, maka beliau mengatakan kepadanya, ‘Beristighfarlah kepada Allah !. Dan yang lain lagi mengadu kepadanya tentang kekeringan kebunnya maka beliau mengatakan (pula) kepadanya, ‘Beristighfarlah kepada Allah !”. Dan kami menganjurkan demikian kepada orang yang mengalami hal yang sama.

Dalam riwayat lain disebutkan : Maka Ar-Rabi’ bin Shabih berkata kepadanya, ‘Banyak orang yang mengadukan macam-macam (perkara) dan Anda memerintahkan mereka semua untuk ber-istighfar. (Tafsir Al-Khazin, 7/154. Lihat pula, Ruhul Ma’ani, 29/73).

Maka Al-Hasan Al-Bashri menjawab, ‘Aku tidak mengatakan hal itu dari diriku sendiri. Tetapi sungguh Allah telah berfirman dalam surat Nuh :

اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ إِنَّهُ كَانَ غَفَّارًا (١٠) يُرْسِلِ السَّمَاءَ عَلَيْكُمْ مِدْرَارًا (١١) وَيُمْدِدْكُمْ بِأَمْوَالٍ وَبَنِينَ وَيَجْعَلْ لَكُمْ جَنَّاتٍ وَيَجْعَلْ لَكُمْ أَنْهَارًا (١٢)

“Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun, niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat, dan membanyakkan harta dan anak-anakmu dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai- sungai”. (QS. Nuh: 10-12).

(lihat Tafsir Al-Qurthubi, 18/302-303. Lihat pula Al-Muharrar Al-Wajiz, 16/123).

2. KISAH IMAM AHMAD BIN HANBAL DAN TUKANG ROTI

Sebuah kisah yang di ceritakan oleh Imam Ahmad bin Hanbal (murid Imam Syafi’i, lahir 164 H di Baghdad, Iraq) yang dikenal juga sebagai Imam Hanbali.
.
Dalam kisah yang di ceritakan oleh Imam Ahmad bin Hanbal ini, menceritakan seseorang yang memperbanyak istighfar, dan ternyata segala ke inginannya selalu di kabulkan oleh Allah Ta’ala. Mudah-mudahan kisah ini memotifasi kita untuk memperbanyak istighfar, sehingga apa yang kita butuhkan dalam hidup ini Allah Ta’ala penuhi.

Pada masa akhir hidupnya Imam Ahmad bin Hanbal bercerita :

Pada suatu waktu (ketika saya sudah usia tua) saya tidak mengerti mengapa tiba-tiba ingin sekali menuju ke salah satu kota di Irak. Padahal tidak ada janji dengan siapapun dan juga tidak ada keperluan. Lalu saya berangkat sendiri ke tempat yang hendak di tuju.

Pada waktu isya saya sampai di suatu tempat, kemudian saya ikut berjama’ah shalat isya di masjid. Pada sa’at itu hati saya merasa tenang, kemudian saya ingin istirahat di masjid tersebut.

Begitu selesai shalat dan jama’ah bubar, imam Ahmad ingin tidur di masjid itu, namun tiba-tiba pengurus (penjaga) masjid datang menemui imam Ahmad sambil bertanya,

“Kenapa syaikh, mau apa anda disini ?”.

(panggilan “syaikh” bisa dipakai untuk 3 panggilan, bisa untuk orang tua, orang kaya ataupun orang yang berilmu. Panggilan syaikh pada kisah ini panggilan sebagai orang tua, karena imam Ahmad kelihatan sebagai orang tua).

Pengurus (penjaga) masjid tidak mengenal Imam Ahmad. Dan Imam Ahmad pun tidak memperkenalkan siapa dirinya. Di Irak, semua orang kenal siapa imam Ahmad, seorang ulama besar dan ahli hadis, sejuta hadis dihafalnya, sangat shalih dan zuhud.

Pengurus (penjaga) masjid mengenal nama Imam Ahmad hanya sebatas namanya dan tidak mengetahui wajahnya.

Imam Ahmad berkata kepada pengurus (penjaga) masjid, “saya ingin istirahat, saya musafir”.

Pengurus (penjaga) masjid berkata, “tidak boleh, tidak boleh tidur di masjid”.

Imam Ahmad melanjutkan kisahnya, “saya didorong-dorong oleh orang itu disuruh keluar dari masjid. Setelah keluar masjid, maka dikuncilah pintu masjid itu. Lalu saya ingin tidur di teras masjid”.

Ketika Imam Ahmad sudah berbaring di teras masjid, pengurus (penjaga) masjid datang kembali sambil marah-marah kepada Imam Ahmad.

“Mau apa di situ syaikh ?”.

Imam Ahmad menjawab, “Mau tidur, saya musafir”.

Pengurus (penjaga) masjid berkata kembali, “Di dalam masjid tidak boleh, di teras masjid juga tidak boleh”.

Imam Ahmad pun diusir.

Imam Ahmad menceritakan, “Saya didorong-dorong sampai di jalanan”.

Di samping masjid ada penjual roti (rumah kecil sekaligus untuk membuat dan menjual roti). Penjual roti itu sedang membuat adonan, sambil melihat imam Ahmad didorong-dorong oleh penjaga masjid tadi. Saat imam Ahmad sampai di jalanan, penjual roti itu memanggil dari jauh,

“Kemari syaikh, anda boleh menginap di tempat saya”.

Imam Ahmad menjawab, “Baik”.

Imam Ahmad pun masuk ke tempat tukang roti itu, kemudian duduk dibelakang penjual roti yang sedang membuat roti (dengan tidak memperkenalkan siapa dirinya, hanya mengatakan sebagai musafir).

Tukang roti itu hanya bicara apabila Imam Ahmad mengajaknya bicara. Apabila Imam Ahmad diam, tukang roti itu pun diam dan sibuk dengan adonan rotinya sambil melafalkan istighfar,

Sa’at melangkahkan kaki “astaghfirullah”, menaburkan garam “astaghfirullah”, memecahkan telur “astaghfirullah”, mencampur gandum “astaghfirullah”, sa’at mengaduk adonan “astaghfirullah”, astaghfirullah, astaghfirullah, astaghfirullah dan terus mengucapkan “astaghfirullah”. Imam Ahmad memperhatikannya terus.

Lalu imam Ahmad bertanya, “sudah berapa lama kamu lakukan itu (selalu istighfar) ?”

Tukang roti itu menjawab, “Sudah lama sekali syaikh, saya menjual roti sudah 30 tahun, jadi semenjak itu saya lakukan”.

Imam Ahmad bertanya kembali, “Apa hasil dari perbuatanmu ini ?”

Tukang roti menjawab “(lantaran wasilah istighfar) tidak ada ke inginan yang saya minta, kecuali pasti dikabulkan Allah. Semua yang saya minta selalu Allah kabulkan”.

Tukang roti itu melanjutkan perkata’annya, “Semua ke inginan saya dikabulkan Allah kecuali satu, tinggal satu yang belum Allah kabulkan”.

Imam Ahmad penasaran kemudian bertanya, “Apa itu yang belum Allah kabulkan ?”.

Tukang roti menjawab, “Saya minta kepada Allah supaya dipertemukan dengan imam Ahmad”.

Sa’at itu juga imam Ahmad bertakbir, “Allahu Akbar, Allah telah mendatangkan saya jauh dari Bagdad pergi ke Bashrah dan bahkan sampai didorong-dorong oleh penjaga masjid itu sampai ke jalanan karena istighfarmu”..

(Penjual roti terperanjat, kemudian memuji Allah).

Begitulah diantara faedah dari banyak beristighfar. Semoga bermanfa’at.

Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda :

مَنْ أَكْثَرَ مِنْ الِاسْتِغْفَارِ؛ جَعَلَ اللَّهُ لَهُ مِنْ كُلِّ هَمٍّ فَرَجًا، وَمِنْ كُلِّ ضِيقٍ مَخْرَجًا، وَرَزَقَهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ

“Barangsiapa memperbanyak istighfar, niscaya Allah memberikan jalan keluar bagi setiap kesedihannya, kelapangan untuk setiap kesempitannya dan Allah berikan rizki dari arah yang tidak disangka-sangka”. (HR. Ahmad).

_____________

BEBERAPA LAFADZ ISTIGHFAR YANG SHAHIH

BEBERAPA LAFADZ ISTIGHFAR YANG SHAHIH

Di bawah ini beberapa lafadz istigfar yang berasal dari Al-Qur’an dan sunnah Rasululullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.

1. Lafazh istighfar terpendek

أَسْتَغْفِرُ الله

“Astaghfirullah”.

Artinya : “Aku memohon ampun kepada Allah”. (Riwayat Muslim ).

Biasa dibaca sebanyak 3 x oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam selepas shalat.

2. Dalam hadits At Timridzi, Abu Dawud, dan Al Hakim bahwa, barangsiapa membaca istighfar dibawah ini, maka akan diampunkan dosanya, meskipun ia telah lari dari medan jihad yang sedang berkecamuk (dimana dosanya sangat besar sekali) :

أَسْتَغْفِرُ الله الَّذِي لآ إِلَهَ إِلاَّ هُوَ الحَيُّ القَيُّوْمُ وَأَتُوْبُ إِلَيْهِ

“Astaghfirullahal-ladzi la ilaha illa Huwal-Hayyul-Qayyum, wa atubu ilaih”

Artinya : “Aku memohon ampun kepada Allah, Yang tiada tuhan yang berhak diibadahi dengan benar selain Dia, Yang Maha Hidup, Yang Maha Mengurus, dan aku bertobat kepada-Nya”.

3. Dalam Shahih Bukhari dan Muslim lafazh istighfar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang banyak dibaca di akhir masa hidup Nabi.

سُبْحَانَ اللهُ وَبِحَمْدِهِ، أَسْتَغْفِرُالله وَأَتُوْبُ إِلَيْهِ

“Subhanallah wa bihamdih. Astaghfirullah, wa atubu ilaih”

Artinya : “Maha Suci Allah, dan dengan memuji-Nya. Aku memohon ampun kepada Allah dan bertobat kepada-Nya”.

Atau dengan lafazh dan redaksi Muslim berikut ini :

سُبْحَانَكَ اللهُمَّ وَبِحَمْدِكَ أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوْبُ إِلَيْكَ

“Subhanaka, Allahumma wa bihamdika, astaghfiruka wa atubu ilaik”

Artinya : “Maha Suci Engkau ya Allah, dan dengan memuji-Mu, aku memohon ampun dan bertobat kepada-Mu”.

4. Lafazh doa istighfar dalam riwayat Al Bukhari yang biasa dibaca oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. dalam ruku’ dan sujud, khususnya di akhir hidup beliau, dalam rangka mengamalkan perintah Allah dalam surah An-Nashr :

سُبْحَانَكَ اللهُمَّ رَبَّنَا وَبِحَمْدِكَ أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوْبُ إِلَيْكَ

“Subhanaka, Allahumma Rabbana, wa bihamdika, astaghfiruka wa atubu ilaik”

Artinya : “Maha Suci Engkau ya Allah Tuhan kami, dan dengan memuji-Mu, aku memohon ampun dan bertobat kepada-Mu”.

5. Sahabat Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhu, dalam riwayat Abu Daud, At Tirmidzi, dan Ahmad, sempat menghitung lafazh istighfar berikut ini dibaca oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. dalam satu majlis, sebanyak 100 x :

رَبِّ اغْفِرْ لِيْ وَتُبْ عَلَيَّ إِنَّكَ أَنْتَ التَّوَّابُ الرَّحِيْمُ

“Rabbighfirli, wa tub ‘alayya, innaka Anta At-Tawwabur-Rahim”

Artinya : “Wahai Tuhan-ku, ampunilah daku, dan terimalah tobatku. Sesungguhnya Engkau-lah Dzat Maha Penerima tobat, dan Maha Penyayang”.

6. Doa istighfar kaffaratul majlis (penutup dan penghapus dosa majlis) dalam riwayat Abu Dawud, An Nasa’i, Ath Thabrani, dan Al Hakim :

سُبْحَانَكَ اللهُمَّ وَبِحَمْدِكَ أَشْهَدُ أَنْ لآ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوْبُ إِلَيْكَ

“Subhanaka, Allahumma wa bihamdika, asyhadu alla ilaha illa Anta, astaghfiruka, wa atubu ilaik”.

Aprtinya : “Maha Suci Engkau ya Allah, dan dengan memuji-Mu, aku bersaksi bahwa tiada tuhan yang berhak diibadahi dengan benar selain Engkau. Aku memohon ampun dan bertobat kepada-Mu”.

7. Lafazh doa istighfar dalam Shahih Al Bukhari yang diajarkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. kepada sahabat Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu untuk dibaca di dalam shalat khususnya sebelum salam :

اللهُمَّ إِنِّيْ ظَلَمْتُ نَفْسِيْ ظُلْمًا كَثِيْرًا، وَلاَ يَغْفِرُ الذُّنُوْبَ إِلاَّ أَنْتَ، فَاغْفِرْ لِيْ مَغْفِرَةً مِنْ عِنْدِكَ، وَارْحَمْنِيْ، إِنَّكَ أَنْتَ الغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ

“Allahumma inni dzalamtu nafsi dzulman katsira, wala yaghfirudz-dzunuba illa Anta, faghfirli maghfiratan min ‘indika, warhamni, innaka Antal-Ghafurur-Rahim”

Artinya : “Ya Allah sungguh aku telah mendzalimi diriku dengan kedzaliman yang banyak. Dan tiada yang bisa mengampuni dosa-dosa selain hanya Engkau. Maka ampunkanlah daku dengan sebuah pengampnan dari sisi-Mu, dan rahmatilah aku. Sesungguhnya Engkau-lah Dzat Maha Pengampun, Maha Penyayang”.

8. Sayyidul istighfar (Induk istighfar)

اللهُمَّ أَنْتَ رَبِّيْ، لآ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ، خَلَقْتَنِيْ وَأَنَا عَبْدُكَ، وَأَنَا عَلَى عَهْدِكَ وَوَعْدِكَ مَا اسْتَطَعْتُ، أَعُوْذُ بِكَ مِنْ شَرِّ مَا صَنَعْتُ، أَبُوْءُ لَكَ بِنِعْمَتِكَ عَلَيَّ، وَأَبُوْءُ لَكَ بِذَنْبِيْ، فَاغْفِرْلِيْ فَإِنَّهُ لاَ يَغْفِرُ الذُّنُوْبَ إِلاَّ أَنْتَ

“Allahumma Anta Raabbi, la ilaha illa Anta, khalaqtani wa ana ‘abduka, wa ana ‘ala ‘ahdika wa wa’dika mastatha’tu. A’udzu bika min syarri ma shana’tu. Abu-u laka bini’matika ‘alayya, wa abu-u laka bidzambi. Faghfirli fa innahu la yaghfirudz-dzunuba illa Anta”

Artinya : “Ya Allah Engkau-lah Tuhan-ku. Tiada tuhan yang berhak diibadahi dengan benar selain Engkau. Engkau Yang telah Menciptakanku, dan aku adalah hamba-Mu. Aku akan menjaga janji-Mu seoptimal yang aku mampu. Aku berlindung kepada-Mu dari keburukan segala yang aku perbuat. Aku kembali kepada-Mu dengan (mengakui) segala nikmat-Mu kepadaku. Dan akupun kembali kepada-Mu dengan (mengakui) semua dosaku. Maka ampunilah aku. Karena sesungguhnya tiada yang bisa mengampuni dosa-dosa selain hanya Engkau”.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

وَمَنْ قَالَهَا مِنَ النَّهَارِ مُوقِنًا بِهَا، فَمَاتَ مِنْ يَوْمِهِ قَبْلَ أَنْ يُمْسِىَ، فَهُوَ مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ ، وَمَنْ قَالَهَا مِنَ اللَّيْلِ وَهْوَ مُوقِنٌ بِهَا، فَمَاتَ قَبْلَ أَنْ يُصْبِحَ، فَهْوَ مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ

“Barangsiapa mengucapkannya pada siang hari dan meyakininya, lalu dia mati pada hari itu sebelum waktu sore, maka dia termasuk penghuni surga. Dan barangsiapa mengucapkannya pada malam hari dalam keadaan meyakininya, lalu dia mati sebelum waktu pagi, maka dia termasuk penghuni surga”. (HR. Bukhari no. 6306).

Tidak ada hadits (keterangan) yang menentukan jumlah khusus dalam mengucapkan istighfar, semisal sekian ratus, ribu atau puluh ribu. Yang ada, perbanyaklah istighfar di mana dan kapanpun kita berada, jika memungkinkan, tanpa dibatasi dengan jumlah sekian dan sekian, kecuali jika memang ada tuntunan jumlahnya dari Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam.

____________

PENGERTIAN ISTIGHFAR

PENGERTIAN ISTIGHFAR

Menurut sebagian para Ulama, ‘istighfar’ bermakna memohon ampunan kepada Allah Ta’ala dengan lisan.

Istighfar merupakan dzikir dalam bentuk do’a yang di ajarkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang sangat dianjurkan untuk diperbanyak dan dikerjakan secara rutin, dengan sungguh-sungguh berharap memohon ampunan kepada Allah Ta’ala dari dosa yang telah di lakukan.

____________________